Profesi Editor memang sudah tidak asing bagi kalangan penulis, baik penulis buku maupun penulis media online. Tetapi ada yang belum tahu juga nih sebenanrnya pekerjaan editor apakah hanya sekedar mengedit naskah/bahan tulisan atau masih ada lainnya?
Blogger Belalang Cerewet, Rudi G. Aswan yang berprofesi sebegai editor menjelaskan tuntas dalam suatu kesempatan. Menurutnya bukan sekadar mengecek tipo atau salah eja, tetapi editor berperan lebih dari itu. Misalnya editor buku sekolah, idealnya ada 2 macam editor di penerbit buku. Ada editor akuisisi (kadang cukup disebut editor) dan penyunting naskah (disebut juga kopieditor).
Selain menyunting naskah dari segi materi, editor akuisisi juga merencanakan buku apa saja yang akan diterbitkan, berkomunikasi dengan penulis atau calon penulis, dan memutuskan mana naskah yang layak diterbitkan atau tidak.
Adapun kopieditor bertugas memeriksa ketepatan ejaan, tata bahasa, dan struktur kalimat agar naskah menjadi buku yang enak dinikmati pembaca. Kopieditor biasanya mendapatkan pengarahan dari editor dalam penyuntingan sesuai kebutuhan saat itu.
Dalam praktiknya kata Rudi, penerbit sering menyatukan dua peran ini dalam satu posisi, yakni editor dengan berbagai tugas yang sudah disebutkan tadi. Mungkin demi menghemat pengeluaran atau memangkas alur kerja.
Apa editor harus selalu ikut KBBI? Seberapa penting KBBI buat editor?
Menurut Rudi secara umum iya, tetapi kadang juga menyesuaikan kondisi naskah dan target pembaca. Dalam banyak kasus, editor sengaja mempertahankan ekspresi lokal atau yang viral demi membangun pemahaman yang kuat di benak pembaca. Belum lagi kalau editor inhouse harus mengikuti gaya selingkung (house style) di penerbit tempat ia bekerja. Pilihan ejaan karier atau karir, bisa berbeda antara penerbit satu dengan lainnya. Termasuk juga transliterasi Arab ke Indonesia, tak bisa selalu mengacu kepada KBBI.
Blogger asal Bogor yang tinggal di Lamongan Jawa Timur ini juga menceritakan tentang perbedaan editor buku sekolah dengan buku umum. Buku sekolah lebih banyak elemennya, terutama rubrik untuk memperkaya materi pelajaran. Belum lagi contoh soal dan pembahasannya, harus teliti. Editor buku sekolah juga harus mencari foto-foto yang diperlukan untuk mendukung naskah. Atau kalau bentuknya ilustrasi, ya editor memesan kepada ilustrator dengan deskripsi yang detail. Tugas lebih rumit kalau buku yang diedit adalah buku proyek karena biasanya sangat lengkap, termasuk indeks dan glossary.
Yang tak kalah penting, menyesuaikan konten buku dengan panduan Pancasila agar tidak sampai melanggar HAM, sensitivitas gender, menyinggung isu SARA atau yang bermuatan pornografis.
Kalau buku umum lebih luwes, fokusnya adalah menyajikan buku seenak mungkin dengan ide-ide yang lebih kaya dan kekinian sesuai dengan kebutuhan pembaca. Intinya, banyak inovasi atau gebrakan yang bisa dilakukan saat mengemas buku umum ketimbang buku sekolah -- walau tentu saja isu SARA tetap diperhatikan.
Gimana..berminat mengikuti jejak Rudi Blogger Belalang Cerewet?