Ketika anda benar-benar fanatik pada sesuatu, pastinya anda dengan segala macam alasan yang terkadang di luar nalar tetap menganggap apa yang anda puja tersebut tetap memiliki suatu yang benar, meskipun seluruh informasi menyatakan pujaan anda itu sudah terbukti salah.
Beberapa minggu ini, di beranda media sosial seringkali muncul image angka dua atau jika tidak angka dua adalah angka satu. Selain kedua angka tersebut, pastilah hanya canda dari warga media sosial yang mungkin jengah dengan segala macam kampanye presiden di media sosial.
Melihat perseteruan dari golongan 2 dan golongan 1, kadang cukup membuat jengkel. Dimana kadang dalam “dukungan” tersebut tidak ada hal baik yang bisa ditelaah atas calon presiden yang didukung. Karena yang digembar-gemborkan adalah hal buruk tentang lawan politiknya.
Di TVRI pernah seorangeyang Taufiq Ismail bercerita mengenai seorang calon wakil rakyat di Pekalongan dalam Pemilu tahun lima puluh’an. Dimana sang calon wakil rakyat tersebut diberi uang saku oleh warga pekalongan untuk perjalanan berangkat ke Jakarta, ke gedung MPR.
Meskipun tidak hidup pada jaman itu, dan sampai berapa persen kebenaran cerita eyang Taufiq tersebut, tapi bayangkan atmosfer Pemilu pada waktu itu. Dan pastinya berbeda dengan Pemilu sekarang, dimana caleg lebih banyak menghamburkan uang untuk diberikan kepada masyarakat agar memberikan dukungan, mengharapkan fanatisme.
Anda yang masih fanatik, cobalah membuka pikiran dan hati. Menerima masukan dari luar, dan tidak berusaha mencari cela dari lawan pujaan anda. Informasi yang tidak sedap mengenai pujaan anda, tidak usah anda perhitungkan.
Tapi, anda juga harus fair. Coba cari informasi yang positif tentang rival pujaan anda tersebut. Dari sini, dituntut nurani dan logika anda untuk memutuskan. Apakah bisa diterima nalar anda tentang seluruh informasi tersebut?
Untuk apa anda bercerita keburukan rival pujaan? Agar mereka dari golongan seberang menjadi satu team dengan anda? Berapa probabilitasnya?
Apakah jika anda mendengar cerita buruk tentang pujaan anda, akhirnya anda akan berpindah ke golongan lawan?
Percayalah, itu hanya memperuncing bambu permusuhan anda dengan kelompok seberang. Yang mungkin dalam kelompok itu termasuk saudara, bahkan mungkin ada ayah, ibu, atau anak anda.
Bercerita sisi negatif, biarlah menjadi bagian orang lain. Karena itu adalah aib. Bukan untuk diumbar. Apalagi diceritakan oleh orang-orang yang tidak berkompeten, tidak mengetahui secara pasti kebenarannya. Hanya sekadar copy paste, share dll. Jika itu hal positif, kabarkan kepada seluruh dunia.
Beberapa waktu lalu, sebagian orang masih sulit untuk dapat berpihak kepada calon presiden dari golongan tertentu. Boleh dibilang mereka masih golput. Sebab, mereka tidak termasuk dalam salah satu golongan tersebut. Dan secara tidak langsung dan otomatis sebenarnya membuat golongan sendiri bersama rekan-rekan yang tidak bersedia di-golong-kan. Dan golongan ini, tidak ada ikrar atau statement pendirian golongan. Dan mereka bukan orang yang “fanatik” tentunya.
Namun, mereka kemudian membuka segala masukan. Dan mencoba berpikir sebagai orang bodoh nan awam. Tidak ada tendensi apapun kecuali untuk kehidupan di masa yang akan datang, dengan melihat sejarah di belakang calon pemimpin yang akan dipilihnya. Mereka bersuara untuk salah satu calon untuk memimpin negeri ini. Calon Presiden dengan segala kekurangan maupun keburukannya. Mereka memilih bukan karena golongan tertentu sebagai alasannya. Hanya karena Beliau adalah utusan untuk kepentingan bersama, bukan mencalonkan dirinya sendiri untuk menjadi penguasa.
Memberikan pilihan tersebut memang berat. Karena akan menanggung segala macam akibatnya sampai tak terduga batas waktunya. Yang pemimpin sekarangpun, apakah anda tidak menanggung akibatnya, meskipun lima tahun yang lalu anda tidak memberikan suara pada pemilu presiden?
Anda gali informasi lebih dalam tentang kandidat, calon, ataupun pujaan anda. Jangan hanya melihat dari permukaan. Dan jangan lupa, cari informasi tentang rival pujaan anda. Serta jangan pula memelintir statement dari golongan seberang...
Selamat memilih Presiden.
From Solo with Peace....
Salam dua jari tanpa dapat diikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H