Saya mendengar ada acara pentas seni yang diwujudkan oleh Camat Kecamatan Ngebel ini baru saja. Mungkin awal tahun 2015. Sementara itu saya sendiri juga menggagas acara semacam ini yang kemudian aku sebut awalnya “Pagelaran Panca Purnama”. Dari diskusi dengan teman-teman, dibahas bahwa panca purnama itu kan artinya 5 bulan sekali, karena bulan akan benar-benar purnama setiap 30 hari sekali. Apakah tidak terlalu lama?, demikian seorang teman memberikan pendapatnya. Saat itu aku memang menjawab memang kemungkinan akan seperti itu, karena terkait dengan keberadaanku yang tidak setiap hari ada di sekitar Telaga Ngebel. Kebetulan aku masih kerja di Jakarta, dan belum bisa full berkegiatan di Ngebel. Bagaimana dengan pesertanya, ya dulu saya membayangkan akan meminta masing-masing desa akan mementaskan kreasinya. Hanya saja menurut gagasan saya, jenisnya tidak dibatasi. Boleh Reog, Musik Modern/band, Drama, pentas tari, pembacaan puisi/geguritan, atau bahkan ketrampilan-ketrampilan ketangkasan. Hal ini agar tidak membosankan. Bagaimana pembinaannya, menurut saya setiap pentas mungkin akan membutuhkan waktu sekitar 15 – 20 menit, sehingga misalnya 5 pementasan pasti akan membutuhkan kurang lebih 1,5 jam. Saya pikir cukup untuk pentas malam, agar tidak terlalu malam. Jika jumlahnya 5 pementasan, maka jika diberikan subsidi 250 ribu setiap group untuk dukungan biaya transportasinya, saya pikir cukup jika setiap 5 bulan pemerintah kabupaten lewat Dinas Pariwisatanya mengeluarkan dana sekitar Rp. 1.250.000,00. Tentu saja ada subsidi lain untuk menyediakan panggungnya termasuk listrik dan lampunya. Tapi saya yakin tidak banyak.
Gagasan saya sebenarnya terinspirasi dari Komunitas 5 Gunung. Komunitas Lima Gunung adalah paguyuban warga beberapa dusun yang tinggal di daerah yang dikelilingi 5 gunung di Magelang, Jawa Tengah (Merbabu, Merapi, Sumbing, Andong, dan Menoreh). Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai petani, sambil melakukan kesenian di kelompoknya masing-masing di tiap dusun. Komunitas ini diinisiasi oleh Sutanto Mendut. Dan menariknya adalah mereka menolak sponsor. Sitras Anjilin, pemimpin sanggar Tutup Ngisor, mengatakan pada saya alasannya, “Ya, karena kami merasa kuat, jadi tak perlu sponsor.” Saya sungguh belajar banyak dan bahagia berada di festival ini. kalimat ini saya kutip dari blognya. Mereka sudah melakukan pementasan yang dinamai festival ke XIII yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2014. Sungguh luar biasa, mereka berkreasi dengan media apapun yang ada di sekitarnya. Ada yang menari Dayak, ada juga yang berkostum lucu, ada yang menari dengan sangar. Aku lihat foto-fotonya sangat menarik. Dan inisiatif ini kemudian menjadi agenda nasional yang dipasarkan oleh para agen wisata. Dan jadinya semakin menarik.
Ada lagi yang dilakukan di Blitar, namanya Purnama Seruling Penataran. Dari blok http://kimwaradesa.blogspot.com/2011/02/purnama-seruling-penataran.html, saya kutip penjelasan sebagai berikut. Pentas kesenian tradisional bertajuk ‘Purnama Seruling Penataran’ mengajak kita untuk mengangkat kembali semangat kenusantaraan. “Pentas ini dimaksudkan agar Kabupaten Blitar yang kaya akan warisan leluhur bagus, terpublikasikan dengan bagus pula.”, kata Wima Bramantya -Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Blitar. Menurut dia, konsep kegiatan yang digelar ini dalam bingkaian back to nature (kembali ke alam) sehingga tidak terkesan membosankan. Sebuah pentas kesenian tradisional dengan seruling bambu -alat musik pokok yang digunakan, ini merupakan hasil kreasinya. Ide yang ia tangkap dari obrolan bersama koleganya Ray Sahetapi -artis senior ibukota yang saat ini sangat intents mengangkat semangat kenusantaraan. Seruling, suara yang dihasilkan alat musik dari bambu ini terasa seperti suara angin. Suara yang paling dekat dengan suara alam. “Sehingga bisa lebih menyatukan kita dengan alam.”, tambah Wima. Memiliki kesan romantis serta feminin. Dan lagi, pohon bambu tumbuh dimanapun hampir diseluruh belahan wilayah nusantara sehingga alat musik ini memiliki kesan universal yang tidak mewakili kesukuan tertentu.Purnama Seruling Penataran atau PSP pertama kali digelar pada bulan Oktober 2010 dengan tajuk ‘Malam Seribu Seruling’. Pelaku seninya adalah seribu pelajar dari seantero Kabupaten Blitar, dan memperoleh apresiasi luar biasa dari para pelaku budaya diseluruh nusantara.Panggung yang dipilih adalah Candi Penataran. Candi Penataran bukan saja berperan menjadi panggung seni yang paling representatif di Kabupaten Blitar. Dalam sejarahnya, keberadaan candi ini tidak saja memiliki peran penting pada perkembangan Kerajaan Kediri dan Majapahit. Lebih dari itu, “Sangat cocok sebagai simbol kebangkitan kenusantaraan terkait sejarah hebatnya dimasa lalu.”, tutur Wima.
Ini tentu sangat menarik jika bisa diwujudkan. Dan sekarang, ternyata sudah dimulai oleh prakarsa Camat Ngebel. Sebuah prestasi yang perlu diapresiasi. Kalau tidak salah sudah dilakukan pentas 2 kali, terakhir pentas pada tanggal 6 Juni 2015. Banyak hal yang pasti akan memberikan manfaat, walau juga perlu diwaspadai dampak negativ yang mungkin akan timbul. Oke kita melihat dampak positifnya dulu. Secara sederhana maka teridentifikasi sebagai berikut:
- Manfaat bagi pementas (penari). Adanya pentas ini akan menjadi ajang unjuk kebolehan. Siapa tahu berkenan dihati masyarakat sehingga sang penari bisa menjadi terkenal dan kemudian di ”tanggap” untuk mementaskan tari-tarian diacara-acara ceremonial. Tentu ini akan menjadi tambahan penghasilan. Apalagi jika kepopulerannya melewati batas administratif kecamatan ngebel. Penarinya juga akan semakin kreatif untuk menciptakan gerakan baru, dan akan ada banyak kemungkinan dia akan menggali filosofi tarian itu sendiri dari akar budaya masyarakat Ponorogo
- Manfaat bagi pementas (penabuh). Adanya pentas ini akan menjadi ajang untuk menampilkan jenis tetabuhan yang semakin menarik bagi penonton. Akan ada banyak kreasi musik dan nyanyian atau tembang jika ada wahana untuk tampil. Rata-rata para penabuh akan selalu mengeksplorasi kreasi baru untuk jenis atau nada musik dan nyanyian yang akan ditampilkan. Sama dengan penari, maka apabila menarik maka tidak mustahil mereka akan bertambah penghasilannya.
- Manfaat bagi pendukung, misalnya pembuat aksesoris dan pakaian. Tentu tidak akan pernah dengan menggunakan model pakaian atau aksesoris yang sama setiap tampil. Ini juga akan memberikan tantangan untuk menampilkan dandanan dan pakaian sert aksesoris yang selalu menarik dan tidak monoton. Hal ini tentu juga menjadi tambahan penghasilan bagi mereka.
- Manfaat bagi para pedagang. Dengan adanya pentas, maka akan terbuka peluang bagi pedagang makanan atau berbagai pernak pernik jualan untuk menangguk hasil. Tidak hanya pedagang, bahkan dengan semakin terkenal maka semua apapun fasilitas pariwisata akan banyak dibeli oleh pengunjung, mungkin kalau di Ngebel maka penjaja sewa perahu, penginapan, transportasi, kios, para petani buah, para pemuda, bahkan sebenarnya semua akan mendapatkan hasil.
Inilah memang seperti yang disampaikan banyak pihak, bahwa pariwisata adalah kegiatan yang sangat menguntungkan, khususnya bagi pemerintah. Tidak perlu lagi gembar-gembor peningkatan produksi pertanian, yang mungkin akan bersaing dengan produk daerah lain, tapi dengan kebutuhan pemenuhan di daerah pariwisata itu sendiri kemungkinan tidak akan bisa dicukupi oleh petani disekitar daerah pariwisata. Semua elemen masyarakat bergerak dengan sendirinya. Tinggal pemerintah mengatur agar tidak ada dampak negatif yang bahkan kontra produktif terhadap upaya pariwisata ini. Misalnya karena pentasnya malam, maka banyak yang menginap, dan menimbulkan bisnis esek-esek. Atau karena terjadi pertemuan berbagai unsur masyarkat akhirnya terjadi perkelahian, atau kerusuhan. Bahkan bisa jadi kriminal akan merajalela. Nah disinilah peran pemerintah kabupaten untuk memikirkannya dan melakukan berbagai upaya pencegahan. Jika kemudian dikenal menimbulkan berbagai dampak negatif, maka saya yakin usaha pentas ini tidak akan dapat berkembang dan menjadi icon wisata yang menguntungkan secara berkelanjutan.
Akhirnya saya sampaikan ucapan salut, terima kasih dan bahkan mungkin jika ada kesempatan untuk berpartisipasi, maka saya tentu akan dengan senang hati ikut membantu pengembangan pariwisata yang dilaksanakan Pemerintah Kecamatan Ngebel. mungkin selintas gagasan yang tidak sempat tersampaikan ini bisa menjadi wacana untuk mengembangkan yang saat ini sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan Ngebel. Terima kasih semuanya, dan semoga sukses untuk pementasan seni ini semoga berkembang dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H