Mohon tunggu...
Griska Rezza Gunara
Griska Rezza Gunara Mohon Tunggu... -

newbie sharing

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Saat Selfie Di Tempat Ekstrim menjadi Kontroversi

7 Juni 2015   02:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bukan kali pertama kami berjalan-jalan menggunakan motor dengan jarak yang jauh. Tujuan kali ini adalah Purwakarta. Daerah yang terletak ±80 km sebelah timur Jakarta menjadi destinasi kami terkait dengan pekerjaan yang akan di lakukan di sana.

Saya dan Bram memulai perjalanan ini pagi sekali. Jam 5 subuh kami sudah bersiap untuk berangkat. Jalurnya melewati Bekasi-Karawang. Bukan main yang saya temukan di jalan. Pemandangan yang indah tiada tara sampai saya bingung mau berkata apa. Yang ada hanya bisikan bangga dalam hati, "Ya, Ini masih Bekasi !!" :)))

Dengan menggunakan bantuan GPS yang selalu menemani kami, kami juga di pertemukan dengan banyak daerah yang jarang sekali di lewati orang-orang pada umumnya.

[caption id="attachment_385389" align="aligncenter" width="533" caption="Wefie kami di tengah jalan setapak diantara sawah, di Bekasi"][/caption]

Saking bagusnya pemandangan  pagi di Bekasi ini saya hampir saja lupa kalau kita berdua belum sarapan pagi. Kami masih amazed dengan pandangan mata di sekitar kami hingga akhirnya menemukan bilik di pinggir jalan yang menjual bubur ayam seadanya. Ya, kenapa saya bilang seadanya, karena sepanjang perjalanan menuju perbatasan Bekasi dan Karawang ini saya jarang sekali menemukan warung-warung kopi (yang bersih), untuk sekedar kami berhenti melepas penat selama di jalan.

Akhirnya kami mengisi perut dengan bubur ayam seadanya tadi. Tidak begitu enak, tapi kami bilang yah not bad lah ya. Lumayan untuk ganjel perut sebelum sampai ke Purwakarta nanti. Saya pikir begitu.

~

Lalu kami melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini kami sengaja mampir ke satu Candi di daerah Karawang. Candi Blandongan namanya. Situs Candi Blandongan adalah Candi peninggalan Buddha dengan sisa bongkahan batu bata yang masih terawat dengan baik. Saat kami kesana, seluruh sisi candi sedang dalam pemugaran untuk di perbaiki agar baik kembali.

Setelah masuk melalui jalan-jalan kecil akhirnya kami sampai ke Candi ini. Jalan menuju Candi tersebut melewati sawah-sawah di kanan dan kirinya. Saya tidak merasa ada di Jakarta kalau begini. Haha.

Saat kami kesana, banyak sekali anak-anak sekolah laki-laki dan perempuan berhijab yang masih ada di luar sekolah, nongkrong di sebuah warung yang ada di ujung jalan menuju candi. Saya memesan kopi di warung tersebut. Sementara Bram memesan Mie goreng dan nutrisari pakai es batu. Kelihatannya Bram lapar sekali. Ternyata bubur ayam seadanya tadi tidak memuaskan cacing dalam perutnya.

Lalu saya bertanya ke salah satu anak perempuan yang duduk dekat saya, "Sekolahnya dimana?" tannya Saya. Dan dia jawab, "Di sana (menyebutkan sekolahnya yang lumayan jauh dari tempat ini)." Saya dan Bram berfikir ini adalah tempat ongkrong anak-anak di daerah sini yang berbeda sekolah namun masih bisa nongkrong bareng disini bersama anak-anak dari sekolah lain. Terlihat kemudian ada seorang anak-anak laki-laki yang menggoda anak-anak perempuan tadi, bertanya nomer telpon mereka. Ah, saya jadi ingat saat sekolah SMU dulu, nongkrong dengan anak-anak geng sekolah di warung Tante samping sekolah saat jam istirahat.

Saya pinggirkan kopi saya sejenak sambil berpesan ke Ibu warung bahwa kami akan masuk ke Candi sebentar. Kira-kira 500 meter menuju Candi masih terlihat anak-anak sekolah yang juga banyak berkunjung untuk melakukan selfie dengan teman-teman lainnya. Woohooo, saya juga gak mau ketinggalan lah. Akhirnya ikutan selfie juga di Candi Blandongan ini.

[caption id="attachment_385396" align="aligncenter" width="533" caption="Wefie kami berkata, siapa yang duluan ambil tas dapet satu gelas es teh manis !"]

1432541937114815267
1432541937114815267
[/caption]

~

Setelah puas panas-panasan di Candi Blandongan ini kami meneruskan perjalanan menuju Purwakarta. Kembali banyak menemukan sisi lain dari kehidupan manusia yang hidup di pinggiran jakarta dengan pasokan air yang serba minim. Mereka di daerah Karawang ini masih berkegiatan seperti mandi, mencuci baju, mencuci piring dengan menggunakan air sungai yang juga digunakan untuk membuang kotoran manusia alias BAB di sungai. Huhu, seru ya ? :'))

Singkatnya siang itu kami sampai di Purwakarta dan langsung check in di salah satu hotel yang ada di pusat kota Purwakarta. Hotel La Dera namanya. Hotel ini ternyata Hotel Melati 3. Grade hotel melati ini ternyata jika mau naik ke Hotel Bintang, harus sampai ke grade Hotel Melati 5. Baru bisa naik grade ke Bintang 1. Begitu infonya dari simbak resepsionis yang manis.

Setelah berbenah sebentar dan memilah barang-barang yang akan kami bawa untuk syuting hari ini, kami kemudian langsung berangkat ke alun-alun kota. Lokasi dimana acara Mayday Festival Purwakarta ini di selenggarakan. Awalnya saya berkumpul dengan panitia di tengah jalan bersama anggota barikade buruh yang membawa bendera panjang untuk melakukan long march.

[caption id="attachment_385404" align="aligncenter" width="533" caption="wefie kami di atap sebuah toko di Purwakarta"]

1432542803871310002
1432542803871310002
[/caption]

Tak habis akal, saya dan Bram meminta izin untuk mengambil gambar dari salah satu gedung yang available untuk kami naiki rooftopnya. Dan akhirnya, kami sampai juga diatas sini nih ! whatta view ya?

Parade sudah di mulai dan saya tidak berhenti mengambil moment yang ada dengan kamera Saya, di lokasi yang seru, Rooftop Toko Kelontong yang ada di ujung jalan.

Tidak hanya sampai di situ, acara sampai malam ternyata, dan kami sempat mengikutinya sebentar. Bertemu muka langsung dengan Pak Dedi Mulyadi, Walikota Purwakarta yang sangat humble juga salah satu moment special buat saya. Ah ! i love my job !

~

Setelahnya, kami pulang ke Jakarta. Memulai perjalanan kembali ke rumah dan melewati satu daerah yang kami ingin lewati sejenak. Sepur Edan namanya, begitu orang-orang situ menyebutnya. Lokasinya ada di Jembatan Cikubang, Cisomang KM Cipularang. Ya, Rel kereta api yang selalu saya lihat dari Tol Cipularang saat menuju ke Bandung, begitu pula kembali ke Jakarta. Ada keingintahuan yang besar untuk bisa sampai ke daerah itu dan merasakan bagaimana ada di sana. Dan nyatanya sekarang saya ada disini.

Ini adalah ultimate adventure saya sebelum kami pulang kembali ke Jakarta. Kegembiraan luar biasa memenuhi mood kami kala itu. Bagaimana tidak, adrenaline saya memuncak seketika itu juga. Melihat dengan mata kepala sendiri, langkah kecil saya sampai ke daerah yang saya tidak bisa bayangkan sebelumnya.

Saat kami sampai kebetulan sudah ada kereta yang lewat. dan saat itu juga dari kejauhan saya melihat ada seorang bapak-bapak yang dengan santainya berjalan lurus menuju tujuannya disana. Saya pikir, ah cetek lah yang begini. Bapak itu aja bisa sampai ujung hanya dengan berjalan santai.

[caption id="attachment_385419" align="aligncenter" width="225" caption="believe me or not, it is creepy taking selfie here"]

14325470231362804931
14325470231362804931
[/caption]

[caption id="attachment_385418" align="aligncenter" width="533" caption="looks like we were happy taking this wefie, apparently we are happy ! ~"]

14325468701168872503
14325468701168872503
[/caption]

Tetapi akhirnya memaksakan diri juga untuk berjalan di antara rel yang cukup mengerikan ini hingga shelter-shelter selanjutnya. Creepy memang ! Yaah, namanya hidup, kadang menyeramkan, kadang membahagiakan. seperti perjalanan mini touring saya dan Bram ke Purwakarta. Banyak sekali ternyata yang kami lewatkan selama ini. Bahwa banyak sekali daerah hidden di Indonesia yang jarang di ketahui orang banyak. Dan setelah booming, manusia pada umumnya yang kurang bisa menjaga semuanya.

Setelah banyak sekali kejadian duka yang menyebabkan kematian karena selfie, menurut saya kurang relevan jika di kaitkan dengan selfie. It is God Wills. Not ours as human can even decide it. Well, wefie yang kami lakukan ini juga bukan tanpa perhitungan juga. Setelah mencapai shelter ke sekian, hal yang saya takutkan ternyata ada di depan mata ! Bram di shelter sebrang saya, dan saya di shelter yang berseberangan tetapi masih satu garis. Guess What? Bram berteriak "Kereta, Skiw, Keretaaaaa !!"

I heard what he's saying !! sambil bersiap pegangan ke besi pegangan shelter saat itu. Bisa dibayangkan yang terjadi adalah, Kereta yang lewat hanya stengah meter di depan saya dengan getaran yang luar biasa menakutkannya. Saya berpegangan kuat sambil berdo'a kencang. Dan setelah kereta lewat, hingga saya posting ini sekarang, dada saya gak berhenti berdegup kencangnya. Hiperbola? Ah, menurutmu saja. (sambil ngelus dada).

Thx a lot Smartfren.

*Foto-foto koleksi pribadi @griskiw

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun