Mohon tunggu...
Rifkyansyah G
Rifkyansyah G Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menetap di bekas ladang orang

We blame our time though we are to blame

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Perilaku Cerdas dan Efeknya terhadap Stabilitas Keuangan

31 Mei 2020   20:36 Diperbarui: 31 Mei 2020   20:34 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Courtesy to alamani, vector, favpng, clipart library

Kata yang dapat menggambarkan situasi dunia dalam sepuluh tahun belakangan ini mungkin adalah ketidakpastian. Terlebih ketika sejak terpilih, Donald Trump membawa AS head to head dengan Tiongkok. Ketidakpastian karena hubungan AS-Tiongkok saja ini  sudah mempengaruhi  kondisi perekonomi Indonesia. Indonesia mengalami  perlambatan ekonomi karena perang dagang dua raksasa seperti pernyataan Ryan Kiryanto, Ketua Ekonomi BNI seperti yang dimuat Kompas pada akhir 2019 lalu.  

Ketidakpastian itu kini menjadi lebih rumit dengan munculnya pandemi Covid-19.

Adalah sebuah kesyukuran bahwa secara finansial kita masih terjaga. BI memainkan perannya dalam menjaga mata uang rupiah. Dampaknya tampak pada kestabilan sistem keuangan Indonesia.

Tapi kemudian harus disadari bahwa kita ada dalam satu kesatuan dan keterkaitan yang besar dalam masalah ini. BI sudah melaksanakan bagiannya. Sekarang giliran kita sebagai masyarakat menjalankan peran untuk ikut menjaga stabilitas keuangan yang ada.

Hal menarik yang patut  dicermati adalah bahwa ekonomi dalam satuannya yang paling kecil diselenggarakan oleh orang per orang. Individu-individu dalam masyarakat menciptakan sejumlah barang dan jasa. Individu-individu itu jualah yang melakukan konsumsi terhadap barang dan jasa itu.

Kegiatan produksi dan konsumsi itu dilakukan secara independen dan bersifat personal. Tidak ada yang memberi komando di dalamnya. Tidak ada pengorganisiran secara sengaja. Tapi efeknya secara kumulatif mempengaruhi mereka tidak hanya secara individu tapi juga komunal.

Demikian pula dapat dikatakan terhadap stabilitas sistem keuangan yang ada. Setiap individu berkerja dan medapatkan income dari pekerjaannya itu. Individu-individu ini merdeka untuk menggunakan uang yang mereka punya dalam cara yang mereka pilih. Namun efek dari penggunaan uang oleh individu-individu itu, jika dikumulas,i mempengaruhi stabilitas sistem keuangan.

Seorang nasabah dapat menarik uangnya dari bank. 1000 nasabah lain bisa melakukannya. Wajar.  Tapi ketika orang di Republik ini melakukannya dalam waktu yang relatif bersamaan, dapat dipastikan  kestabilan sistem keuangan terganggu.  Ketika kestabilan sistem keuangan  terganggu, bahkan untuk menarik uang sendiri akan sulit.  

Kita semua ada dalam satu sistem. Saling mempengaruhi satu sama lain. Inilah yang perlu disadari oleh setiap orang. Kita secara relatif merdeka melakukan apa saja dengan uang kita. Namun kita akan berbagi efek dan dampaknya di ujung nanti.

Maka berlaku cerdas dalam membuat keputusan dengan uang yang kita miliki, menjadi niscaya. Saya menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka memperkuat kestabilan fiansial pribadi kita. Sambil pada waktu yang bersamaan, juga ikut berkontribusi terhadap  kestabilan sistem keuangan yang ada.

Pertama, berbelanja dengan bijak. Untuk melakukannya hanya perlu sebuah list. Saya selalu menyiapkan catatan sebelum berbelanja.  

Cara ini membuat kegiatan belanja lebih terarah. Sebab begitu masuk ke pasar atau department store saya tahu ke bagian mana saya harus menuju. Tanpa list, kita memang bisa tetap membuat daftar di kepala kita. Hanya resikonya kita cenderung singgah dulu di tempat lain. Yang besar kemungkinan itu tempat itu hanya terkait dengan keinginan kita saja. Bukan kebutuhan.

Samapi di sini ada satu hal penting. Yaitu bahwa apa yang kita masukan ke dalam catatan belanja adalah apa yang benar-benar kita butuhkan. Tujuan dari pencatatan itu bukan hanya agar kita tidak lupa membeli apa yang ada di dalam catatan itu. Tapi juga, agar mata kita bisa melakukan scanning mana yang memang harus dipenuhi dan mana yang harus ditunda bahkan dicancel. Pendek kata harus selektif.

Selain selektif dalam jenis juga selektif dalam jumlah.  Artinya  berbelanja dalam jumlah yang wajar. Itu karena walau kebutuhan kita terhadap konsumsi sifatnya terus-menerus.  Tapi  ia selalu ada dalam bingkai limit. Baik karena memang kemampuan kita mengkonsumsi terbatas, maupun karena sifat barang yang kita butuhkan punya daya tahan yang terbatas.

Mungkin ada yang bertanya mengapa berbelanja termasuk di antara cara menjaga kestabilan keuangan. Bukankah akan lebih baik menahan uang? Jawabannya pertama karena memang kita tidak akan pernah absen dari keubuthan esesnial keseharian. Selanjunya, ide kepemilikan uang relatif bisa dikatakan mirip dengan kebutuhan tubuh akan darah. Darah idealnya tidak boleh kurang. Apalagi habis.  Namun ketersediaan darah dalam tubuh, meniscayakan  darah harus bersirkulasi secara lancar dalam tubuh.  Seperti itu jugalah uang dalam kehidupan kita.  Tidak boleh kurang, tidak boleh kosong dari tangan. Tapi kalau ada, sebaiknya uang itu mengalir.

Uang yang kita belanjakan akan mengalir dari satu tangan ke tangan lain. Ini menciptakan rangkaian permintaan. Mengirimkan pesan bahwa di  masyarakat ada cukup uang yang beredar dan karenanya ekonomi berkembang. Sekaligus juga mengirimkan pesan normalnya penyediaan barang kebutuhan yang berpengaruh pada terjaganya harga.

 Hal kedua yang saya lakukan adalah membayar tagihan bulanan tepat waktu. Dalam kasus saya, tagihan asuransi kesehatan. Ini mengharuskan saya melakukan pembayaran tepat jatuh tanggal tempo. Sekaligusi menghindari terjadinya tunggakan pembayaran.

Uang punya dua fungsi. Pemenuhan kebutuhan masa sekarang dan investasi masa depan. Selain itu uang juga ada dalam jumlah terbatas.  Karena hal-hal inilah dibutuhkan pengalokasian yang tepat. Dengan membayarkan tagihan bulanan tepat waktu, saya sedang memenuhi kebutuhan saya saat ini sekaligus menjaga kemampuan saya berinvestasi untuk masa yang akan datang . Sebaliknya melakukan penundaan pembayaran tagihan berarti memperbesar tagihan yang harus dibayarkan. Pemenuhan kebutuhan saat ini meningkat. Dan  dengan demikian kemampuan untuk berinvestasi mengecil.

Jika tagihan membengkak, sementara pendapatan tetap dan di waktu yang sama ada kebutuhan esensial  tidak boleh tidak mesti dipenuhi, bukankah ini cenderung menggiring orang pada hutang yang perlu.  Tapi sejatinya tidak perlu terjadi. Sebab pada banyak kasus faktor hutanglah  yang seringkali menyebabkan goyangnya kestabilan keuangan seseorang.  

Membayar tagihan bulanan terkadang terasa berat. Tapi dengan begitu, awareness terhadap dengan level kekuatan finansial yang sebenarnya tumbuh. Kesadaran akan level kekuatan finansial itu dapat menjadi bahan pertimbangan. Baik dalam perencanakan maupun  pengambil keputusan yang melibatkan kemampuan finansial kita.  

Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa di balik pembayaran tagihan itu, ada rantai pembayaran  tagihan lainnya. Unit usaha atau badan yang menanti pembayaran tagihan dari kita, juga dibebani tagihan berupa gaji para karyawan yang tentu punya kebutuhan rumah tangga masing-masing, tagihan berupa pembayaran  kepada pihak pemberi kredit seperti bank yang mengelola dana masyarakat, tagihan kepada pemasok barang. Membayar tagihan tepat waktu tidak saja menjaga kestabilan finansial rumah tangga tapi juga menjaga kekokohan pembiayaan kredit satu negeri.

Menunda membayar tagihan, selain menambah beban rumah tangga juga punya efek domino menambah beban banyak pihak. Dalam jumlah yang besar itu akan jadi bom waktu bagi kita semua. Seperti apa yang terjadi AS tahun 2008 silam.

Hal ketiga yang saya lakukan adalah berusaha sebaik mungkin untuk lebih produktif. Caranya dengan mengerjakan tugas saya dari  tempat yang mempekerjakan saya sebaik dan sekreatif mungkin. Mematuhi target dan tuntutan kerja serta memikirkan cara untuk melaksanakannya secara lebih efisien.

Ini tidak terbatas pada orang-orang yang berkerja di bidang bisnis, perdagangan atau niaga. Saya sendiri bekerja di sektor jasa yang tujuannya bukan mengejar profit. Tapi dalam hemat saya, sebagai bagian dari sistem, produktifitas saya akan ikut mempengaruhi sistem yang ada. Termasuk di dalamnya  sistem keuangan. Orang yang bekerja dalam  bidang penegakan hukum produktifitasnya tidak berhubungan langsung dengan penciptaan profit. Tapi produktifitasnya berkontribusi pada kestabilan sosial yang  tanpanya mustahil tercapai  kestabilan keuangan.

Apalagi di saat seperti ini ketika tempat kerja digeser ke rumah. Lebih produktif berarti, selain memenuhi tuntutan dari tempat kerja dengan kedisiplinan dan kreatifitas, juga  giat mengembangkan potensi diri. Dan bukan sebaliknya. Produktif ketika bekerja di kantor. Tapi  turun bahkan macet produktivitas itu  ketika bekerja dari rumah.

Meningkatkan produktifitas kita, selain menjaga kesehatan psikologis kita yang sudah terbiasa bekerja, boleh jadi dapat menjadi sumber pendapatan baru. Dengannya kita meingkatkan purchasinf power yang kita miliki

Terakhir ; berbagi. Yaitu dengan mengalokasikan sejumlah uang untuk dibagikan kepada yang memerlukan. Selain ini terhubung kuat dengan kepuasan spiritual dan rasa kemanusiaan, sesungguhnya dampaknya justru ada pada efeknya secara ekonomi.  Sebab cara ini sebenarnya adalah memberikan  kepada orang lain sebagian dari kemampuan finasial kita untuk menjangkau barang dan jasa. Dengan cara ini konsumsi di tengah masyarakat bertambah.

Jika ini dilakukan tidak hanya kita berkontribusi terhadap terjaganya aktivitas ekonomi yang sangat erat dengan stabilitas sistem keuangan tapi juga ikut menciptakan jangkar sosial. Yang berperan dalam menjaga kestabilan sosial. Yang, lagi-lagi, sangat berperan penting dalam terciptanya sistem keungan yang stabil.

Inilah empat hal yang saya pikir sederhana dan lekat dengan keseharian orang-orang, namun punya kaitannya dengan kestabilan sistem keuangan. Saya berharap cukup relevan terhadap siapa saja yang saya sebut  sebagai middle class constant ; orang-orang yang konsisten dengan kehidupan kelas menengah.  Artinya, mungkin ada perspektif lain dari mereka yang berberpendapatan lebih.

Tapi saya menyimpulkan dari golongan kelas ekonomi mana saja orangnya, adalah fakta bahwa kita hidup secara sosial dan dalam ikatan itulah kita semua berkelindan. Termasuk dalam permasalahan ekonomi dan finansial. Dalam ketidakpastian seperti saat ini kita semua berkepentingan terjaganya  kestabilan pada dua hal ini. Dan itu bergantung pada apakah setiap dari kita sudah bertindak cerdas terkait keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun