“No one is born to hate others because of their skin color, background, or religion. People must learn to hate. If they can learn to hate, then they can be taught to love because love is more natural to the human heart than vice versa.”
– Nelson Mandela
Seperti yang dikatakan mantan Presiden Afrika Selatan tersebut, tidak ada yang terlahir untuk membenci orang lain karena warna kulit, latar belakang, atau agamanya. Orang harus belajar untuk membenci. Jika mereka bisa belajar membenci, maka mereka bisa diajari untuk mencintai karena cinta lebih alami di hati manusia daripada sebaliknya.
Ada beragam bentuk kebencian. Bisa sekedar dalam pikiran, terucap oleh lisan, hingga sampai pada tindakan. Rasisme, sebagai bentuk tindakan kebencian, merupakan pandangan bahwa ras tertentu yang lebih unggul menentukan pencapaian budaya atau individu dan memiliki hak atas ras lain yang lebih rendah. Tidak dapat dipungkiri, rasisme sudah menjadi masalah di seluruh dunia yang seolah sudah mendarah daging dan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial dan budaya.
Akar rasisme itu sendiri adalah ketidakmampuan seseorang atau kelompok untuk menerima perbedaan yang kontras yang muncul di lingkungannya. Jika seorang individu atau kelompok merasa jauh lebih baik dari kelompok yang lain, maka secara alamiah mereka akan merasa bahwa mereka berhak untuk memimpin atau mendominasi orang atau kelompok lain.
Selain melanggar Hak Asasi Manusia, rasisme merupakan masalah sosial yang sangat serius yang dapat melemahkan orang atau kelompok tertentu hingga menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Tentunya hal ini sangat berbanding terbalik dengan prinsip kesetaraan dan keadilan.
Seringkali kita mendengar tentang masalah sosial yang timbul akibat adanya tindakan rasis dari sebagian besar kelompok kepada kelompok lainnya yang dianggap minoritas.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, masyarakat dari berbagai belahan dunia sempat digemparkan dengan kematian George Floyd, seorang pria berkulit hitam yang dibunuh secara brutal oleh polisi Minneapolis, Minnesota, AS. Video pembunuhan Floyd yang berhasil terekam menjadi viral dan beredar luas secara global.
Dalam video tersebut menampilkan seorang polisi berkulit putih bernama Derek Chauvin berlutut di leher Floyd dan mengabaikan permohonan Floyd agar tidak menindihnya lagi. Namun polisi tersebut tidak menghiraukannya hingga Floyd pun tidak bergerak, lalu menghembuskan nafas terakhirnya. Sebagai akibat dari aksi tragis itu, menyulut gelombang kemarahan masyarakat dari berbagai dunia dan mengadakan demonstrasi secara besar-besaran memprotes kebrutalan polisi Minnesota terhadap George Floyd.
Kematian George Floyd di Amerika Serikat mengingatkan kita masyarakat dunia, terkhususnya Indonesia yang beragam suku, budaya, dan agama, bahwa rasisme itu masih sangat kental dan akan selalu ada di sekeliling kehidupan kita sehari-hari, entah disadari atau tidak.