Sering kali kita mendengar ungkapan bahwa “Anak adalah calon pemimpin bangsa”. Anak merupakan sosok generasi emas yang akan memimpin bangsa dimasa mendatang. Generasi tua akan digantikan oleh keberadaan generasi baru, yaitu anak-anak. Jika sesaat kita menoleh kebelakang, sebelum anak-anak menjadi remaja dan dewasa, mereka terlebih dahulu mengalami fase balita atau yang biasa dikenal sebagai anak usia dini.
Berbicara mengenai Anak Usia Dini ( AUD ), tentu tidak terlepas dari kelakuan mereka yang menggemaskan dan pola tingkah laku mereka yang khas, dimana mereka cenderung berada di dunia mereka sendiri, yakni dunia anak-anak. Keegoisan mereka yang tidak mau mengalah, seringkali membuat kita tersenyum sendiri. Taukah kalian pada usia berapa anak mendapat gelar “anak usia dini”?.
Menurut Clark (dalam bukunya Yuliani, 2009) anak mendapat gelar sebagai “anak usia dini” yaitu pada usia 0-6 tahun atau yang sering kita sebut dengan istilah the golden age. Pada usia tersebut, anak mempunyai 100-200 miliar sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal. Sel-sel otak tersebut belum saling terhubung satu dengan lain, kecuali hanya sedikit yaitu hanya sel-sel otak yang mengendalikan detak jantung, pernapasan, gerak refleks, pendengaran dan naluri hidup. Pada usia 3 tahun, sel otak akan membentuk jaringan koneksi sebanyak 1000 triliun.
Inilah yang menyebabkan pendidikan pada anak usia dini baik untuk dilakukan. Selain mereka cepat tanggap terhadap materi yang kita sampaikan, hal ini juga dapat merangsang munculnya koneksi pada neuron otak anak. Cara menyampaikan materi pada anak- anak pun berbeda, yaitu menggunakan permainan. Tentu bukan sekadar bermain, tetapi permainan yang diarahkan. Lewat permainan yang diarahkan, mereka bisa belajar banyak, seperti cara bersosialisasi dengan orang lain maupun kelompok, dan memecahkan masalah. Melalui bermain, anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam keadaan yang tenang. Saat tenang itu, pendidikan pun bisa masuk dan tertanam.
Dimasa itu juga anak akan lebih sering mencoba hal-hal baru yang dianggap unik. Gadner, Deborah Stipek (dalam bukunya Adi W. Gunawan, 2003) menyatakan bahwa anak pada usia 4-6 tahun menaruh harapan yang tinggi untuk berhasil dalam mempelajari segala hal, meskipun dalam praktiknya selalu salah. Hal inilah yang seharusnya menjadi pusat perhatian orang tua. Sebagai calon pemimpin masa depan bangsa, sudah sepatutnya para orang tua membekali anak mereka dengan keahlian khusus sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki.
Anak yang sejak dini mendapat perhatian dan pendidikan ekstra dari orang tuanya, hasilnya akan berbeda dengan anak yang dari kecil tidak mendapat perhatian dan pendidikan dari orang tuanya. Mereka yang mendapat perhatian ekstra senantiasa menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Jadilah orang tua bijak dan siapkan masa depan anak yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H