Oleh: Gresa Natania Sipayung (Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara)
Di persimpangan antara etika, moral, dan hukum, terdapat sebuah isu yang kerap mengundang perdebatan: euthanasia. Euthanasia (berasal dari bahasa Yunani, "eu": baik dan "thanatos": kematian) diartikan sebagai tindakan mempercepat kematian seseorang untuk menghilangkan penderitaan atau rasa sakit parah yang tidak bisa diobati lagi.Â
Rasanya seperti sedang dihadapkan pada jalan berliku penuh teka-teki saat mencoba memahami posisi hukum terhadap praktik "bantuan mati" ini. Di satu sisi, ada mereka yang melihatnya sebagai bentuk belas kasih tertinggi; di sisi lain, ada yang menganggapnya sebagai pelanggaran atas hak untuk hidup. Namun, bagaimana sesungguhnya hukum memandang tindakan ini?
Indonesia dan Amerika Serikat, dua negara dengan latar belakang budaya dan sistem hukum yang berbeda, menawarkan perspektif unik dalam menyikapi euthanasia. Seperti dua sisi koin yang tak terpisahkan, kedua negara ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai sosial, agama, dan konstitusional dapat membentuk lanskap hukum yang kompleks seputar isu ini.Â
Indonesia, dengan keberagaman etnis dan kepercayaannya, menghadapi tantangan unik dalam merumuskan sikap hukum terhadap euthanasia. Sementara itu, Amerika Serikat dengan 50 negara bagiannya, menawarkan mozaik regulasi yang beragam - dari larangan total hingga legalisasi terbatas. Perbedaan ini tidak hanya mencerminkan kompleksitas isu, tetapi juga menggambarkan bagaimana nilai-nilai masyarakat dapat berevolusi dan mempengaruhi kebijakan hukum dalam suatu negara.
Dalam labirin kompleks ini, mungkin kita tidak akan menemukan jawaban mutlak, namun kita pasti akan menemukan wawasan baru yang memperkaya perspektif kita tentang kehidupan, kematian, dan peran hukum dalam menjembatani keduanya.
Euthanasia vs Hukum Indonesia
Di Indonesia, euthanasia secara umum dilarang dan dianggap ilegal. Meskipun tidak ada undang-undang yang secara eksplisit mengatur tentang hal tersebut, beberapa regulasi yang ada dapat diinterpretasikan sebagai larangan terhadap praktik ini:
Â
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Dalam Pasal 344 KUHP menyatakan bahwa, "Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun." Pasal ini sering diinterpretasikan mencakup tindakan euthanasia aktif.