Mohon tunggu...
Gresa Grinaldi
Gresa Grinaldi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Sejarah dan Pemikir Amatir

Sekedar tempat untuk menitipkan gagasan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Membatasi Diri Akan Pujian

28 September 2022   10:20 Diperbarui: 19 Oktober 2022   10:11 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada saat-saat dimana kita menduduki posisi tertentu dalam hidup, katakanlah mengukir segala pencapaian yang mungkin sebelumnya belum pernah kita capai sama sekali. Keadaan dimana membuat semua mata menyoroti pandangannya kepada kita. Terlepas dari motif yang disengaja atau tidak disengaja, arifnya kita tidak perlu berlarut-larut terhadap pujian yang dilontarkan kepada kita. Perlahan, pujian yang semakin banyak justru bisa mengikis pertahanan kita akan ketulusan dalam melakukan sesuatu.

Sulit rasanya untuk "menolak" hal-hal nikmat tersebut. Mungkin secara naluriah manusia memang senang untuk dipuji. Walaupun mereka tahu bahwa mengencani pujian yang terlalu lama tidaklah membantu dalam perkembangan diri kita sendiri. Seakan menggoda untuk "membalas" pujian tersebut, namun malah membuat kita stuck didalam posisi yang sama.

Saya kadang suka membayangkan untuk tinggal di pelosok, entah di pedalaman Indonesia, Asia, Eropa atau wilayah-wilayah "sunyi" lainnya. Tak lain tak bukan adalah untuk sekedar menjadi manusia seutuhnya, tak pegang gawai berlayar sentuh, tak dikejar ekspektasi sosial yang terkadang membuat kita menipu diri sendiri.

Hanya hidup di rumah pohon atau rumah sederhana di pelosok bumi. Bersama buku-buku. Pagi berkeliling hutan, siang berburu makanan, sore membaca buku, dan malam menulis surat-surat kecil untun diri sendiri, orang yang disayangi, atau saran-saran remeh bagi peradaban yang terletak di wilayah kosmopolis sana.

Lagi-lagi, dengan impian bodoh saya tersebut, saya meyakini bahwa hakikat dari kehidupan adalah hidup dengan seutuhnya, yaitu dengan kesadaran maksimal, ketulusan tanpa batas, dan kesabaran yang tercermin dari sebuah pencerahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun