Jawabannya diplomatis dan logis "I don't know. And it's okay not to know".Â
Roger Federer kini kembali menjadi seorang bapak yang mengantarkan ananknya sekolah, bahkan bermain catur-online dengan orang-orang asing. Pesannya sebagai seorang lulusan atau pensiunan adalah, living the life sebagai seorang lulusan tenis.Â
Tentu menjadi tidak komparatif dengan wisudawan yang menjadi pendengarnya karena ia adalah petenis hebat dengan rangkaian gelar maupun hadiah berlimpah. Maka ia memberikan beberapa pelajaran hidup yang dipetiknya selama 20 tahun berkecimpung di dunia tenis.
Effortless is a Myth
Banyak orang menyebut Roger Federer hebat karena bakatnya, sehingga ia bisa memenangi pertandingan secara effortless atau tanpa usaha. Ini berkaitan dengan ayunan pukulannya yang terlihat santai, namun sangat kuat dan akurat. Maka dengan lantang ia menyebut, bahwa pendapat itu adalah mitos belaka.
Sebab kenyataannya, Federer harus bekerja dan berlatih keras untuk melakukan ayunan raket yang "terlihat mudah" bagi penonton. Sama seperti manusia lainnya, ia banyak menghabiskan waktu merengek, mengumpat dan bahkan melempar raketnya sebelum ia bisa mengendalikan kemampuannya.
Tak dapat dipungkiri juga olehnya, talenta memang diperlukan. Namun Federer berani menjelaskan, talenta memiliki arti yang sangat luas.Â
Talenta tidak hanya tentang mendapatkan hadiah dari "Yang Maha Kuasa", tetapi juga perlu ketabahan untuk terus mengasahnya.
Disiplin, kesabaran serta rasa percaya pada diri sendiri juga merupakan talenta. Memaknai dan mencintai proses dalam hidup, ia juga katakan merupakan wujud talenta.
Maka dari itu sebuah pelajaran dari seorang yang diklaim Greatest of All Time (GOAT) di dunia tenis, bisa menjadi contoh terbaik bagi kita semua. Tidak ada sesuatu yang besar tanpa adanya usaha.
Belajar dari Kegagalan
Roger Federer juga menceritakan salah satu partai terbesarnya melawan Rafael Nadal, Final Wimbledon 2008. Partai yang berlangsung hampir 5 jam ini menjadi salah satu partai terbaik sepanjang masa.Â