Serie A mungkin bisa dikatakan "usai" karena Inter Milan jauh mengungguli pesaingnya di puncak klasemen. Raihan luar biasa skuad Simone Inzaghi melanjutkan kegemilangan musim lalu, dimana bisa menembus Final UEFA Champions League (UCL). Tetapi anehnya, publik sepakbola Italia saat ini tidak terlalu tertarik membahas Nerazzuri dengan segala hegemoninya.Â
Ada satu tim yang menjadi primadona baru, pemimpin era disrupsi strategi di Italia. Ditukangi oleh peraih dua gelar UCL Thiago Motta, klub ini sekarang bercokol di peringkat empat klasemen Serie A. Mamma mia, questa Bologna.
Bologna, yang bermarkas di Stadion Renato Dall'Ara tampil sangat mengejutkan musim 2023/2024. Ketika mereka sempat berada di tiga besar periode November-Desember lalu, banyak pihak memprediksikan mereka akan kembali ke habitatnya lagi di papan tengah.
Sesuai prediksi awal, memang Rossoblu sempat alami up and down di pergantian tahun. Tetapi mereka berhasil bounce back lagi lewat enam kemenangan beruntun, sebelum ditekuk Inter Milan 0-1 (10/3/24). Kini di posisi empat, mereka berpeluang besar tampil di UCL musim depan.Â
Bagaimana bisa Thiago Motta yang hanya berpengalaman melatih PSG U-19, Genoa dan Spezia bisa menyulap skuad semenjana ini menjadi tim paling atraktif di Serie A? Lalu apa formasi yang ia terapkan sehingga bisa menjadi pemimpin disrupsi strategi di Italia ? Mari kita bahas.
Italia Gudangnya Pelatih "Keras Kepala", Tetapi Bukan Thiago Motta
Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang Italia adalah suku bangsa yang sangat bangga akan dirinya sendiri. Ini bukanlah suatu hal yang negatif, karena merupakan identitas yang sudah turun menurun. Mereka toh pernah menguasai dunia dengan pasukan Romawi-nya.
Kembali ke dunia sepakbola, hal ini juga berlaku untuk pelatih-pelatih sukses Italia dari masa ke masa. Pada era 1990-2000 kita mengenal Arrigo Sacchi, Giovanni Trapattoni, Marcelo Lippi dan Fabio Capello sebagai inventor catenaccio atau sepakbola "pertahanan gerendel".
Kemudian lahirlah pelatih-pelatih hebat lain di generasi berikutnya macam Carlo Ancelotti, Maurizio Sarri, Luciano Spalletti, Max Allegri, Antonio Conte, Roberto Mancini, hingga Simone Inzaghi yang mencoba meraih prestasi di tengah menurunnya kompetisi Italia. Akhirnya beberapa coba mencari kejayaan di luar negeri, seperti Ancelotti, Spalletti, Mancini dan Conte.
Mereka mayoritas tetap berhasil berprestasi di luar Italia, karena memang punya kualitas dengan segudang ilmu kepelatihan ala Italia. Menurut saya, Italia masih merupakan tempat terbaik untuk mempelajari strategi sepakbola. Pep Guardiola pernah mengatakan hal tersebut kala berguru ke Carlo Mazzone di Brescia.