Sinopsis
Sebuah kejadian penembakan jurnalis Greta Becker terjadi di Thessaloniki, Yunani. Dalangnya adalah Victor Radek seorang mantan anggota CIA yang diklaim telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Agent kantoran CIA (newbie) bernama Kate Bannon-lah yang mengetahui suspek-si Victor Radek ini lewat analisa tajamnya melalui beberapa gambar CCTV dan kecocokan postingan Instagram.
Bannon lalu melapor kepada atasannya O'Malley, yang langsung menyambutnya untuk dikirim langsung ke Yunani bersama seorang tukang pasang batu bata (The Bricklayer) bernama Steve Vail. Belakangan, diketahui Steve Vail yang mantan CIA ini sangat mengenal dekat Victor Radek, dan dia mengetahui rahasia-rahasia dari sang musuh utama.
Meski awalnya Vail tidak mau, ia ternyata langsung diserang segerombolan orang saat menunaikan tugas "menukang"nya, yang langsung merubah pemikirannya. Segeralah ia berangkat berdua bersama Kate ke Yunani, dengan tugas menghentikan aksi Victor Radek, yang mungkin akan memakan korban lagi.
Motif Radek melakukan kejahatannya adalah dendam kepada CIA, dan dia ingin membuka aib-aib CIA ke muka dunia.
After Taste
Saya jujur tidak membaca novelnya, tetapi biasanya novel memberikan detail alasan seseorang melakukan sesuatu ataupun landasan karakter pada setiap tokohnya. Ini yang terasa sangat kurang di film ini. Bisa jadi sih, ada beberapa cut sehingga film hanya menjadi berdurasi 2 jam kurang.Â
Tetapi kalau bicara ide ceritanya, saya bisa bilang ini cukup bagus. Sudah cukup banyak film-film thriller yang menjadikan dendam kepada satuan kerja (CIA, FBI, PBB, dll) sebagai latar belakang perubahan karakter sang antagonis, dan di film "The Bricklayer"Â ini sebenarnya memberikan sebuah ide yang fresh. Tapi entah kenapa eksekusinya kurang begitu baik, dengan misalnya ada tokoh bernama Patricio yang harus mati konyol.
Karakter utama, Steve Vail juga mengalami perubahan kemampuan bertarung. Setelah sebelumnya mampu beraksi layaknya "Jack Reacher" dengan menghabisi banyak orang di tempat umum, tiba-tiba ia menjadi cupu menghadapi musuh yang hanya segelintir. Kate Bannon yang dibawa kemana-mana juga terlihat hanya sebagai pemanis buatan, yang pasti kita akan bisa tebak dengan "wah ini pasti disandera..".
Hal bagus lain di film ini adalah sinematografi dan musik, meski agak terasa mengganggu di akhir-akhir. Begini detailnya. Dalam adegan action nya, Renny Harlin menggunakan moving-camera dengan baik sehingga kesan pertarungan bisa terlihat apik, plus ada suara latar seperti "kreeekk', "dug", 'Duarr" dan sebagainya yang memaniskan adegan baku pukul tersebut. Tetapi kenapa, yang saya rasa mulai pertengahan film, efek sound ini lebih berasa mengganggu daripada membantu. Mungkin karena terlalu sering, jadi tidak memberikan elemen WAH lagi pada blendingnya dengan koreografi.
Jika Anda menanyakan kenapa judulnya "The Bricklayer", Aaron Eckhart a.k.a Steve Vail menjelaskan dengan kalimat berikut dalam adegan film,Â