Teriakan "Andre ganti... Andre ganti.." menggema di Gelora Bung Tomo Surabaya pada pertengahan babak pertama laga Timnas U17 Indonesia melawan Timnas Ekuador U17 pada Senin, 10/11. Serangan Ekuador yang merupakan peringkat ke-2 di Kualifikasi Piala Dunia U17 Zona Conmebol secara sengaja atau tidak, menyisir ke kiri pertahanan Indonesia yang dijaga oleh M. Andre Pangestu.Â
Kita sudah tahu bahwa hasil imbang diraih Indonesia di laga tersebut, namun dalam wawancara hari Minggu (12/11) coach Bima Sakti mendesak agar suporter yang datang di stadion mendukung timnas dengan positif. Ia bahkan menjelaskan bahwa pemain yang bersangkutan terlihat down paska teriakan tersebut.Â
Disini penulis mencoba tidak membahas sisi teknis permainan, tapi yang patut dicerna adalah turnamen ini adalah Piala Dunia U-17, lebih jelasnya, DI BAWAH UMUR 17 TAHUN.
Proses penunjukan FIFA berjalan begitu cepat bagi Indonesia, setelah dicoret jadi host Piala Dunia U-20, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 menggantikan Peru. Waktu tepatnya pernyataan FIFA adalah bulan April 2023.Â
Praktis, persiapan Timnas U17 Indonesia hanyalah 7 bulan membentuk tim yang siap bertanding melawan negara-negara kuat lainnya. Langkah yang diambil PSSI, yang terbaik dari opsi yang ada, adalah seleksi Nasional di 12 kota untuk melengkapi Timnas U16 yang sudah berlaga di AFF tahun lalu. Plus, ada tambahan beberapa pemain berdarah Indonesia yang menimba ilmu sepakbola di negara lain.
Bagaimana potensi mereka di turnamen ini? Tentu kita berharap yang terbaik bagi Timnas Indonesia. Tapi kita juga harus realistis dengan waktu persiapan yang mepet sebagai tim tuan rumah, plus tanpa pertandingan kompetitif menyambut turnamen ini. Negara-negara lain mencapai event ini dengan lolos kualifikasi di tiap zona konfederasinya masing-masing. Jadi, sudah lebih dari kata memuaskan skuad Bima Sakti ini mampu meraih dua poin di dua laga awal Piala Dunia U17.
Buang jauh-jauh kesebalan kita bila ada pemain yang salah umpan, salah pengertian, atau bahkan bisa dengan mudah dilewati lawan. Mereka sudah terbukti punya usaha yang sangat keras di turnamen ini dengan mau merebut bola kembali. Di umur yang belum beranjak 17 tahun, itu sudah merupakan tanggung jawab yang begitu besarnya. Kita sebagai suporter, tugasnya adalah memberi support. Tidak untuk mencela atau bahkan menjadi pelatih dadakan.
Tidak banyak sebenarnya bintang dunia yang lahir di turnamen Piala Dunia U-17. Gelaran terakhir yang dilaksanakan di Brazil tahun 2019 kita ambil sebagai contoh.Â
Mungkin hanya nama Pedri saja menjadi salah satu alumni terbaik yang masih bertahan di level atas. Ada juga contoh lain di edisi sebelumnya, seperti Toni Kroos, ter Stegen, Kun Aguero dan Ferran Torres, tapi mereka hanyalah minoritas dibandingkan pemain-pemain lainnya yang "menghilang" setelah Piala Dunia U17. Jadi, tampil di Piala Dunia U-17 bukan merupakan jaminan bahwa seorang pemain akan menjadi pemain yang hebat di kemudian hari, apalagi andalan Timnas sebuah Negara.
Untuk pemain yang belum ambil bagian di event ini, masih banyak cara untuk mengeksplorasi kemampuan di berbagai tingkatan. Mulai deri level klub, atau terus mengikuti seleksi timnas di jenjang umur.Â