Pada tanggal 25 Oktober 2023 lalu, Koalisi Indonesia Maju resmi mengajukan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan Capres-Cawapresnya di hari penutupan pendaftaran. Melengkapi dua pasangan yang sebelumnya telah mendaftar pada 19 Oktober, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dari Koalisi Perubahan, serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD usungan koalisi gabungan PDI-P, PPP, Perindo, dan Hanura.Â
Ketiganya siap bertarung secara sportif, dimana masa kampanye akan secara resmi dibuka akhir bulan November 2023, dan kulminasinya pada hari pencoblosan yang bertepatan dengan Hari Valentine pada 14 Februari 2024. Akan selesai sampai situ? Sepertinya masih jauh panggang dari api jika dikaitkan dengan penganggaran Pemilu 2024. Dimana nama paslon terakhir yang didaftarkan membuat meningkatnya probabilitas akan terjadinya pertarungan hingga ronde akhir, putaran ke dua.
Isu Dinasti Politik Dapat Mengurangi Suara Elektoral Paslon Usungan KIM
Ya, Koalisi Indonesia Maju awalnya diprediksi banyak pihak akan menduetkan Prabowo Subianto dengan Erick Thohir, yang menurut survei LSI pada awal Oktober 2023 menunjukkan angka 38%, mengungguli paslon lainnya.Â
Namun, mereka mengambil langkah kelewat berani dengan menafikan kemujaraban hasil survei. Koalisi yang berjanji akan meneruskan kebijakan pemerintahan sekarang ini, dengan percaya diri meminang Gibran Rakabuming Raka selaku Calon Wakil Presiden dari partai yang berseberangan dengan mereka.Â
Terlihat fresh? Iya. Karena politisi senior sekaliber Prabowo Subianto mau mengakui kapabilitas anak muda seperti Gibran sebagai wakilnya. Namun jika ditanya lagi, apakah terlihat smooth? Jawabannya tentu Tidak. Karena pencalonan ini terjadi setelah drama sidang MK yang akhirnya menurunkan syarat umur Warga Negara Indonesia untuk bisa  menjadi Calon Presiden ataupun Calon Wakil Presiden.Â
Hal ini juga dilanjutkan isu pembangkangan sebagai kader partai, dimana belum resminya Gibran keluar dari keanggotaan PDI-P. Pertaruhan yang sangat besar dilakukan KIM, meski mereka sendiri pasti tahu, agenda kampanye politik yang dilemparkan lawan politik ke wajah mereka, yakni KKN dan Dinasti Politik.Â
Berbicara mengenai isu yang akan ditanyakan ke paslon Prabowo-Gibran tersebut, beban besar sejatinya diemban oleh Presiden Joko Widodo. Karier politiknya yang sangat brilian akan resmi berakhir pada 2024, tentu harus dilanjutkan secara estafet kepada Presiden selanjutnya. Prabowo Subianto dengan seluruh puja-pujinya terhadap Jokowi, disinyalir akan mau untuk meneruskan rencana besar menuju Indonesia Emas 2045.
Rekonsiliasi keduanya pasca Pemilu 2019, merupakan salah satu wujud membaiknya Dunia Politik Indonesia di mata masyarakat. Pertanyaannya, mampukan Jokowi memastikan para anggota keluarganya yang lain untuk tetap bersih dalam menjalankan amanah Negara setelah beliau selesai menjabat? Karena untuk sebuah klaim Dinasti Politik, nila setitik dalam berpolitik dapat meruntuhkan segala kebaikan yang telah dilakukan sebelumnya. Estafet kekuasaan Bapak-Anak ini harus dengan kondisi tanpa cela, jika telah diijinkan masyarakat menjabat untuk periode selanjutnya.
"Kalau dinastinya Pak Jokowi ingin berbakti untuk rakyat, Kenapa? Salahnya apa?" Itulah yang terucap dari Prabowo Subianto kala ditanyai oleh media pasca penetapan Gibran sebagai pasangan Calon Wakil Presidennya. Sepertinya jawaban retoris tersebut menjadi senjata pamungkas dalam debat capres mendatang.Â
Selain dikelilingi oleh para kawan setia politiknya seperti Golkar, Gerindra, PAN dan PSI, serta didukung dari kawan baru seperti PBB dan terutama Partai Demokrat dengan segudang pengalaman SBY di dalamnya, Jokowi tentunya ingin memastikan lagi satu gerbong yang dapat dipakai untuk menjaga marwah politik keluarganya.Â