"Welcome to Al-Mizan Islamic Boarding School"
Sambutan di Pondok Pesantren Al-Mizan sungguh hangat dan meriah. Tepat setelah turun, para Kanisian langsung disambut oleh para santri dan santriwati yang tengah menjalani kegiatan belajar-mengajar. Para santri berbaris, bernyanyi, bermain semacam gendang kecil, dan menari-nari.Â
Berbeda dengan kehidupan di Kota Jakarta yang begitu monoton, suasana di Pondok Pesantren Al-Mizan sangatlah meriah dan hangat. Bagi para Kanisian, sambutan semacam ini sangatlah asing dan benar-benar diluar ekspektasi. Kerja keras para santri dan santriwati berhasil menghilangkan kekhawatiran yang sebelumnya menempati pikiran para Kanisian dan menggantikannya dengan antusiasme yang membara-bara.
Sarung, Kain Merajut Kebersamaan
Setelah pembukaan, para Kanisian diarahkan ke kamar masing-masing untuk beristirahat sejenak. Namun, suasana istirahat itu berubah menjadi pengalaman yang tak terlupakan ketika bertemu pengurus santri yang sedang bersantai. Awalnya, pertemuan mereka terasa canggung, kedua kelompok hanya saling mengamati, tanpa banyak bicara. Akan tetapi, suasana mencair melalui kegiatan sederhana tetapi bermakna, yaitu pertukaran budaya.Â
Para Kanisian dikenalkan dengan atribut khas seorang santri, yaitu sarung. Bagi santri, sarung memiliki makna yang mendalam dan lebih dari sekadar atribut pakaian sehari-hari. Di pesantren, sarung adalah simbol identitas dan kewajiban, yang dikenakan dengan gaya unik, yaitu "belah dua atau tengah".Â
Gaya ini mengutamakan kenyamanan, memberikan penggunanya ruang gerak yang lebih bebas dari celana jeans sekalipun. Selain itu, ikatan sarung ini begitu kuat sehingga tetap terjaga meski tertarik berkali-kali.
Terpukau oleh penjelasan mereka, para Kanisian pun segera mencoba mengikat sarung dengan gaya tersebut. Ketawa segera memenuhi ruangan ketika sarung-sarung mereka berkali-kali lepas, berhasil dipeloroti oleh sesama Kanisian.Â
Namun, semangat mereka tidak surut. Hari demi hari, para Kanisian berlatih hingga akhirnya menjadi ahli dalam mengikat sarung dengan kokoh dan cepat. Bagi Kanisian, ini bukan hanya tentang sarung, tetapi merupakan momen belajar, berbagi, dan membangun tali persaudaraan, tujuan utama ekskursi.Â
Genteng Pecah
Salah satu dinamika paling menarik selama ekskursi 2024 adalah dinamika pukul genteng. Jatiwangi, Majalengka merupakan penghasil genteng terbesar satu Indonesia. Bagi mereka, genteng bukanlah hanya sarana pembangunan rumah, tetapi wadah yang menampung kreativitas masyarakat.Â
Bagi para Kanisian, mereka tidak pernah memikirkan genteng sebagai alat musik sekalipun, bagi mereka genteng hanyalah genteng. Di Al-Mizan, Genteng menjadi salah satu instrumen alat musik yang didalami. Para Santri memukul genteng sesuai irama, menghasilkan ritme dan tawa.Â