Education is the most powerful weapon which you can use to change the world” – Nelson Mandela.
Pendidikan adalah salah satu aspek kehidupan yang paling penting. Menurut Nelson Mandela, pendidikan adalah senjata atau sarana untuk merubah dunia menjadi lebih baik. Akan tetapi, saat ini, banyak pelajar yang justru menyepelekan dan membuang-buang kesempatan berharga di sekolah. Tidak sedikit pelajar yang tidak minat ataupun tidak peduli sedikitpun tentang sekolah.
Menurut Marti’in (2019), banyak faktor yang dapat menyebabkan minat belajar yang rendah di kalangan pelajar, baik itu internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut mencakup: (1) faktor fisiologis, (2) faktor psikologis, dan (3) faktor lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Menurut penelitiannya, Marti’in menyimpulkan bahwa salah satu karakteristik utama yang ditunjukan oleh 90% murid yang kurang minat adalah rasa bosan. Rasa bosan ini kemudian mendorong pelajar untuk duduk di belakang, bermain Hp, sering izin keluar kelas, ataupun tidak memperhatikan kelas.
Rasa bosan, itu lah akar dari semua permasalahan terkait dengan minat belajar. Karena rasa bosan, murid tidak akan memperhatikan kelas, tidur-tiduran, ataupun asik sendiri. Karena rasa bosan juga, murid tidak akan memiliki motivasi atau dorongan dalam diri untuk belajar. Rasa bosan adalah respon natural para murid akan metode pembelajaran yang mungkin kurang tepat, menarik, ataupun interaktif. Tidak sedikit guru, terutama di Indonesia, yang metode pembelajarannya masih one-way atau satu arah. Guru-guru tersebut sering kali hanya membaca presentasi atau modul yang telah disiapkan, maka tidak heran apabila sebagian pelajar di Indonesia pun kehilangan motivasi untuk belajar.
Kebosanan tidak hanya muncul karena metode, tetapi juga prinsip yang salah. Pendidikan bukan hanya soal belajar pelajaran fisika, matematika, ataupun kimia saja, tetapi juga soal soft skill. Sering kali, soft skill ini sering disepelekan, padahal dalam dunia kerja, kemampuan berorganisasi dan komunikasi lah yang dicari. Penekanan berlebihan terhadap hard skill atau pelajaran justru hanya akan membuat murid merasa bosan, apalagi jika digabung dengan metode pembelajaran yang satu arah. Sekolah yang kesehariannya hanya belajar saja tanpa aktivitas lainnya pasti akan membosankan. Bayangkan jika sekolah itu juga menekankan terkait pengembangan soft skill.
Bayangan tersebut diwujudkan di Kolese Kanisius. Lingkungan Kolese Kanisius yang semangat, menjunjung tinggi nilai-nilai Ignatian, dan memiliki motivasi yang sangat tinggi tentu berbeda dari yang lainnya sehingga membuat lingkungan yang kondusif dan antusias belajar. Akan tetapi, membuat lingkungan tersebut tentunya tidak mudah dan bisa dibilang cukup membingungkan. Jika dilihat sekilas, Kolese Kanisius sangatlah padat akan kegiatan, penilaian, dan tugas-tugas.
Meskipun begitu, para Kanisian terlihat sangatlah senang dan justru rela meluangkan waktu untuk aktif di berbagai kegiatan, baik itu untuk wind ensemble, komunitas, ataupun berbagai cabang olahraga. Jika dilihat, memang terlihat tidak masuk akal. Sekolah dengan beban yang begitu banyak justru memiliki siswa yang sama-sama semangat dan aktif. Memang terdapat berbagai faktor yang membentuk lingkungan Kolese Kanisius, tetapi yang utama adalah kegiatannya.
Setiap tahunnya, Kolese Kanisius mengadakan berbagai macam kegiatan. Mulai dari Education Fair, Parents Day, Ragamuda, Merdeka Ria, hingga Canisius College Cup yang akan mendatang. Kegiatan ini tidak dipandang sebagai kegiatan rutin, tetapi kesempatan untuk bertumbuh. Oleh karena itu, hampir setiap kegiatan pasti dibuka kesempatan bagi para Kanisian untuk terlibat sebagai panitia untuk mengembakan kemampuan soft skill mereka. Bagi orang luar, mungkin ini terlihat sebagai distraksi yang hanya membuang-buang waktu.
Akan tetapi, kenyataannya, justru kesempatan ini lah yang mengajarkan pelajaran-pelajaran berharga yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari melalui praktek secara langsung. Melalui kepanitiaan dan berbagai macam kegiatan, para Kanisian pun akan mendapatkan pelajaran-pelajaran yang tidak mungkin akan di dapat dalam sebuah ruang kelas – kemampuan untuk memimpin diri sendiri dan orang lain, berorganisasi, maupun berkomunikasi.