" Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin besar rasa toleransinya." -Gus Dur
Realita Baru Anak Kota
Persatuan. Menjadi sebuah rindu yang mendalam bagi setiap orang yang mencintai bangsanya. Di tengah kesibukan kota dan sifat egois manusia, terkadang diperlukan tarikan napas mendalam sebagai bentuk rehat. Ketika kita merindukan persatuan, sering kali kita hanya perlu membuka mata dan melihat sekitar. Hawa dingin yang berembus di Majalengka, disertai suara tawa, menjadi tanda bahwa persatuan masih nyata.
Masih teringat jelas saat pertama kali menginjakkan kaki di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Mizan Jatiwangi. Suara langkah para santri menyambut kedatangan rombongan kami, anak-anak kota. Sejak awal, kami sudah merasa kaget dengan apa yang kami lihat.Â
Selama ini, kami mengira bahwa Kanisius adalah sekolah yang sangat disiplin, tetapi ternyata apa yang kami rasakan di Al-Mizan jauh melampaui itu.
Pagi-pagi buta, suara azan membangunkan seluruh santri. Jam baru menunjukkan pukul 4 pagi, namun langkah-langkah kecil menuju masjid sudah terdengar. Sementara itu, beberapa dari kami masih tidur dengan mulut terbuka. Para santri juga harus membereskan tempat tidur mereka sendiri, sesuatu yang sangat berbeda dari kehidupan kami di Jakarta.Â
Jadwal mereka sangat terstruktur: mengaji mulai jam 4 pagi, belajar formal hingga pukul 2 siang, kemudian dilanjutkan kembali dengan mengaji sampai jam 8 malam. Jujur, kami terkejut dengan rutinitas ini. Biasanya, di jam-jam seperti itu, kami bermain game atau sibuk dengan gawai. Namun, para santri tidak diperbolehkan menggunakan ponsel pada hari Senin hingga Jumat.
Konsistensi menjadi fondasi kehidupan para santri, dan hal ini tampak jelas di Ponpes Al-Mizan. Jadwal yang ketat membentuk karakter mandiri dan tanggung jawab yang kuat. Salah satu dari kami bertanya tentang rutinitas mereka yang dianggap "berat," dan jawabannya hanya, "Nanti juga terbiasa." Sebaliknya, kami, para Kanisian, sering menghadapi tantangan yang berbeda.Â
Meskipun kami memiliki akses ke fasilitas modern dan teknologi, kebebasan yang kami miliki cenderung membuka ruang bagi pengaruh negatif. Oleh karena itu, apa yang kami saksikan di Al-Mizan menjadi contoh nyata tentang pola pendidikan yang mengutamakan pengawasan dan kedisiplinan. Pengalaman ini membuat kami tersadar akan kontras kehidupan dua sisi dari satu koin yang sama.