Mohon tunggu...
gregorius andhika pandu
gregorius andhika pandu Mohon Tunggu... -

atma jaya 2014

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop Pengadaan Sirkus Lumba-lumba

3 November 2014   05:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:50 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa tidak gembira menyaksikan polah lumba-lumba ketika berenang dan meloncat di kolam pertunjukan. Salah seorang yang terkesima adalah gitaris band punk rock Netral, Christopher Bollemeyer, yang menyaksikan koreografi lumba-lumba sepuluh tahun lalu. Ketika itu, pentas lumba-lumba menjadi ajang melonggarkan urat saraf yang tegang.

Beberapa tahun setelahnya, atraksi lumba-lumba masih menyangkut di benaknya sebagai kenangan indah. Namun fakta baru pada 2008 mengubah pikiran pria yang akrab disapa Coki ini. "Saya mendapat informasi lumba-lumba disiksa penyelenggara sirkus," kata dia di Jakarta, beberapa waktu lalu. Keterkejutan ini menggiring Coki untuk berdiskusi dengan organisasi perlindungan hewan Jakarta Animal AidNetwork (JAAN).

Data yang dikumpulkan JAAN membenarkan informasi penyiksaan tersebut. Lumba-lumba ternyata dipaksa patuh dengan menerapkan diet ketat. Untuk mendapatkan makanan, satwa ini harus bersedia mengikuti perintah pelatih seperti melompat, menyambar bola, hingga melewati cincin api. Daging ikan, itulah pamrih yang diterima lumba-lumba patuh dari pelatih.

Setelah dilatih, lumba-lumba dipindahkan ke kota-kota pertunjukan. Coki lagi-lagi mendapati perlakuan yang tidak wajar terhadap spesies dengan nama latin Tursiops aduncus ini. Lumba-lumba ditempatkan di dalam kotak sempit.

Kulit lumba-lumba yang cepat mengering karena terpapar udara hanya dilumuri pelembab. Jika pelembab tidak ditemukan, penyelenggara sirkus mengoleskan mentega di kulit lumba-lumba. Kotak berisi lumba-lumba kemudian dimuat ke dalam truk pengap dan gelap yang mengangkut satwa sirkus ke kota pertunjukan berikutnya. "Lumba-lumba dipastikan kepanasan dan tertekan selama dipindahkan," kata Coki.

Kolam pementasan lumba-lumba juga menjadi neraka tersendiri. Kolam melingkar dengan diameter 6 meter berkedalaman 3 meter ini diisi oleh air laut buatan. Penyelenggara membuat air asin ini dengan mencampurkan air ledeng dengan berton-ton garam. Senyawa pembunuh kuman bernama klorin dicampurkan ke dalam air kolam. Klorin yang bersifat korosif dipastikan merusak organ mata yang sensitif. lumba-lumba pun menjadi rabun.

Data yang ia kumpulkan tersebut membuat Coki tergerak membuat aksi penentangan sirkus lumba-lumba keliling. Melalui laman Change.org, ia membuat petisi yang mengajak perusahaan besar menghentikan dukungan penyelenggaraan sirkus sejak Juli lalu. Sirkus lumba-lumba memang memanfaatkan halaman beberapa pasar swalayan sebagai lokasi pertunjukan.

Hingga pertengahan September, 87 ribu orang telah membubuhkan tanda tangan digitalmenyatakan ikut bergabung dalam petisi digital ini. "Dengan petisi ini kami berharap Indonesia berhenti menjadi penyelenggara sirkus lumba-lumba keliling terakhir di muka bumi," ujar dia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun