Industri kreatif merupakan industri yang mencakup sektor-sektor seperti periklanan, agensi desain, musik, hingga perfilman. Di Indonesia sendiri dukungan terhadap industri ini terkenal cukup banyak gaungnya. Industri ini digadang-gadang menjadi sebuah pilar ekonomi bagi negara.Â
Meskipun begitu, di balik cerita-cerita dukungan tersebut, bak dua sisi mata koin yang berbeda, di lapangan sendiri terdapat data menunjukkan bahwa deretan industri ini juga mengalami potensi kegagalan yang besar. Belum lagi terdapat banyak masalah mengenai para pekerjanya yang rentan mengalami overwork.
Saya pernah menuliskan mengenai bentuk-bentuk tantangan yang ada dalam pengembangan industri kreatif terutama secara makroekonomi. Berdasarkan adanya fenomena kurangnya apresiasi penuh terhadap industri ini, secara mikroekonomi sendiri dapat terindikasi adanya kurangnya pemahaman bahwa bagaimana industri ini sendiri beroperasi dalam lingkungan atau lanskap bisnis yang berbeda dibandingkan dengan industri-industri tradisional dan masih terdapat "silo" di dalamnya.Â
Lanskap yang unik yang dimiliki hanya oleh ini dicirikan oleh beberapa faktor utama yang dapat kita bedah perbedaannya.
1. Kekayaan Intelektual adalah Produk Inti dari Industri Kreatif
Tidak seperti industri tradisional yang utamanya berurusan dengan barang berwujud, industri kreatif lebih berpusat pada sekitar kekayaan intelektual (IP) yang tidak berwujud.Â
Nilai dari produk kreatif ini sering kali dikaitkan dengan ekspresi artistik dan cipta kreasi serta inovasi. Hak cipta, paten, dan merek dagang adalah urat nadi sektor-sektor ini dan komersialisasinya merupakan produk inti dari industri ini (Mawardwita & Nasution, 2024).Â
Melindungi dan memonetisasi IP secara mendasar adalah yang terpenting dalam prosesnya, karena IP merupakan aset utama bagi banyak bisnis kreatif. Sebagai contoh, apa yang dapat dikatakan apa yang menjadi produk sesungguhnya dalam seorang pengrajin fashion bukanlah sekedar tas atau baju dengan harga pokok penjualan ditambah margin keuntungannya saja melainkan idenya yang telah diinovasikan dalam produk tersebut secara kreatif dan dibakukan dalam Kekayaan Intelektual secara hukum.Â
Hal ini tentunya akan menimbulkan tantangan-tantangan unik seperti pelanggaran hak cipta, pembajakan, dan penilaian aset tidak berwujud. Ini tentunya akan berbeda dengan industri konvensional yang biasanya menghasilkan barang berwujud atau layanan standar seperti manufaktur, pertanian, atau ritel. Nilainya sendiri sering kali berasal dari efisiensi, efektivitas biaya, dan kontrol kualitas dalam produksi.Â