Bagi saya yang merupakan pemeluk agama Katolik, minggu-minggu mendekati ramadhan selama tiga tahun belakangan ini semenjak dari tahun 2022 adalah sebuah momen unik untuk saling berbagi kedekatan terutama bersama rekan-rekan kantor saya yang semuanya beragama Islam. Betapa tidak, berturut-turut selama tiga tahun ini ada persinggungan dimana bulan ramadhan sendiri jatuh berdekatan dengan masa Prapaskah umat Katolik yang identik pula dengan puasa dan pertobatan. Hal ini akhirnya membuat adanya sebuah momen dimana antar saya dan rekan-rekan saya dapat berbagi kedekatan yang erat dalam hidup beragama kami masing-masing.
Rekan-rekan kantor saya sendiri mulanya cukup terkejut mengetahui bahwa umat Katolik juga memiliki masa puasa. Hal tersebut akhirnya menambah wawasan mereka bahwa perbedaan antar kita sebagai umat beragama sebenarnya tidaklah jauh. Berbekal pengetahuan saya di kelas katekese dahulu, saya menjelaskan pada mereka bahwa hakekatnya puasa dapat dikatakan sebagai bentuk pertobatan yang sama-sama dikenal di agama-agama samawi, sehingga tidak heran kita sama-sama memilikinya.
Apa yang berkesan bagi saya pertama-tama adalah momen tahun 2022 silam. Saya masih ingat pada waktu itu adalah hari rabu yang bertepatan pada Rabu Abu di awal bulan Maret 2022. Hari itu saya berpuasa penuh dimana seturut ajaran Gereja, saya hanya makan sehari sekali namun masih diperbolehkan untuk minum. Di kantor saat itu sedang padat-padatnya perencanaan pembuatan marketing plan pada salah satu klien kami hingga lembur. Saya mula-mula tidak memberi tahu siapapun bahwa saya saat itu sedang berpuasa.
Seorang ibu dari rekan kantor saya yang biasa menyediakan konsumsi karena melihat kami cukup banyak tugasnya saat itu pun merasa iba. Ibu itu sering datang ke dalam ruang kantor karena memang kantor kami menyatu dengan rumah keluarga tempat rekan saya tinggal, sehingga beliau hampir seperti seorang "petugas katering" bagi kantor kami yang menyediakan makan gratis. Saya yang melihat tindakan ibu itu yang hendak menyediakan makanan bagi kami pun langsung memberitahu kalau saya tidak perlu dibuatkan makan. Ibu itu rupanya bersikeras untuk membuatkan makan karena memang rekan-rekan lain belum makan malam, namun pada akhirnya saya jelaskan kalau saya tengah mendedikasikan hari itu untuk berpuasa, sehingga saya saja yang tidak perlu dibuatkan makan. Ibu itu terdiam sejenak. Melihat hal itu, saya pun segera menimpali mengingatkan kembali bahwa saya pemeluk Kristiani, kalau-kalau sang ibu berpikir bukankah bulan ramadhan untuk berpuasa baru akan datang bulan depan di tahun itu.
Sang ibu pun tertegun saat saya menjelaskan bahwa saya ketika berpuasa hanya makan satu kali saja dalam sehari dan berkomentar sambil bercanda ternyata saya bisa kuat menjalani puasa dengan cara demikian. Akhirnya saya dibuatkan secangkir kopi saja sambil dimana sang ibu tetap menaruh perhatian pada saya. Di tengah perbincangan kami berdua yang dilihat rekan-rekan, saya pun juga sempat bercanda ke rekan-rekan saya dengan nada seperti orang pamit meminta izin "Aku dahului ya guys puasanya. Haha". Momen "secangkir kopi" tersebut menjadi momen mula-mula dimana kita di kantor itu saling berbagi rasa yang kental.
Momen kedua yang cukup berkesan bagi saya ada pada Hari Jumat Agung pada April 2023 silam. Hari itu sendiri juga saya ketahui telah masuk pada minggu-minggu terakhir rekan-rekan muslim berpuasa ramadhan. Saya sendiri menyempatkan diri untuk datang sebentar ke kantor di pagi hari untuk memantau keadaan rekan saya sebagai sang empunya kantor. Ia habis melembur pada sebuah proyek yang cukup mepet deadline-nya. Saya menghampiri dan mengetuk pintu kamarnya yang kebetulan berdekatan dengan ruang kantor kami. Ia membukakan pintu sambil lesu dan matanya terlihat masih mengantuk. Ia bercerita kalau menyelesaikan proyeknya sampai selesai di dini hari tadi dan hanya tidur sebentar sebelum sahur. Teman saya pun langsung nyeletuk "wah untung hari ini tanggal merah perayaan di Gerejamu ya bro, jadinya bisa tidur lebih tenang habis ini.", saya pun tertawa mendengar bahwa ia diselamatkan tanggal merah untuk dapat beristirahat ekstra. Hal-hal sederhana semacam ini menjadi pembelajaran akan keberagaman serta toleransi yang memiliki nikmatnya tersendiri bila kita memiliki semangat saling menghormati.
Momen ramadhan yang datang juga sebenarnya telah lama saya pribadi rasakan sebagai sebuah berkah tersendiri bagi semesta. Di momen-momen ini saya bisa melihat apabila waktu ngabuburit tiba, segala jenis orang dari berbagai latar belakang tumpah ruah terutama di kompleks perumahan saya yang cukup padat penduduk. Terdapat pasar sore ramadhan yang buka di jalanan kompleks dan sering terlihat pengurus gereja, biarawati-biarawati dari gereja kami hadir di situ dan mengobrol hangat dengan penduduk sekitar. Area pasar tersebut sendiri kebetulan berada tepat di belakang gereja paroki saya, sehingga ketika kami ada jadwal Misa harian sore, bisa dipastikan para jemaat akan turut hunting melarisi dagangan pasar sore tersebut. Hal-hal semacam ini saya rasakan dapat mempererat silaturahmi antar pemeluk agama satu sama lain.