Di beberapa kalangan saat ini sedang cukup viral fenomena peresmian sistem Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk pengurusan perizinan mendirikan bangunan oleh Pemerintah Kota Makassar di Hotel Myko Makassar, Jumat (1/3/2024). Apa yang menjadi viral bagi kalangan netizen adalah bagaimana Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto yang meresmikan langsung kegiatan tersebut menempelkan tangannya ke layar yang menampilkan biometrik gambar tangan namun tiba-tiba layar menampilkan menu dengan tombol-tombol seperti yang umum ditemui dalam video player biasa. Kejadian tersebut menjadi viral karena apa yang awalnya dirasa kegiatan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi canggih ternyata di luar perkiraan dan hanya menggunakan teknologi sederhana.
Momen video peresmian PBG. Sumber: Instagram @kegobloganunfaedah
Kejadian tersebut mendapat beragam respons terutama di kalangan netizen generasi muda. Dari akun Instagram @kegoblokanunfaedah saja, banyak yang menanggapi dengan komentar-komentar seperti "Yang pegang mouse kelar acara langsung kena SP2", "Cara bikin seneng generasi boomer", "kata si bapak : Gile keren banget ini perusahaan gue. padahal mereka minta budget cuma 3 juta tapi bisa bikin teknologi iron man", hingga komentar seperti "Betulin dulu website pemerintahan, update ktp saja mesti nyamperin manual".
Sementara itu, dari akun TikTok @SekedarNyinyir, terdapat beberapa komentar yang menjelaskan bahwa hal tersebut umum sebagai simbolisasi launching product digital dan sering dipakai di instansi-instansi sebagaimana halnya simbolisasi gunting pita. Terdapat komentar pula yang menjelaskan video tersebut sebagai Hand Scan Launching Gimmick dan menyertakan video sumber aslinya dari YouTube Eworks Creative. Â
@sekedarnyindir PEMKOT MAKASAR PUNYA TEKNOLOGI TOUCHSCREEN CANGGIH #iT #teknologin #pemkot #makasar #keren #biarkeren ♬ suara asli - SekedarNyindir
Netizen pun tidak berhenti di situ saja, beberapa kalangan anak muda sampai mencari dan menemukan video-video dimana "generasi senior" meresmikan sesuatu menggunakan gimmick semacam itu. Akun YouTube Johanes Ibrahim dibanjiri komentar-komentar yang menanggapi bahwa ternyata gimmick sejenis ini telah lama dipakai di banyak kegiatan.
Sebenarnya apa yang dapat dianalisis dari hal ini? Apakah gimmick semacam ini dapat menjadi suatu hal yang dibenarkan saat ini? Lantas bagaimana semestinya kita menyikapinya secara bijak?
Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa dunia saat ini sudah mulai didominasi oleh generasi netizen yang berasal dari kalangan milenial generasi Z yang sejak kecil sangat familier dengan teknologi. Komentar-komentar netizen yang ada adalah bukti di mana dunia telah berkembang demi cepatnya dan bukan lagi diisi oleh orang-orang "senior" saja.Â
Kita perlu berkaca bahwa generasi ini adalah generasi yang dididik dengan mengalami berbagai filtering teknologi, yang di mana melalui teknologi-teknologi ini berbagai "ilusi" maupun isu-isu yang beredar disingkapkan sebenar-benarnya. Segala informasi akan diuji kebenarannya dengan berbagai komparasi yang ada sehingga mereka terbiasa dengan keotentikan dan transparansi. Oleh karenanya, bentuk-bentuk gimmick semacam ini tentunya akan menjadi sesuatu yang "mengganggu" karena pembawaannya yang dapat dikatakan "kasar" dan bahkan "tidak jujur" bagi generasi muda.
Kedua, mengenai intisari dari gimmick ini sendiri, simbolisasi potong pita dan biometrik "jadi-jadian" bukanlah dua hal yang dapat diperbandingkan satu sama lain. Dalam sejarah, potong pita menurut ceremonialsupplies.com justru merupakan kegiatan bersejarah dari tahun 1900an yang maknanya justru menjunjung tinggi untuk memulai sesuatu yang baru dengan cara yang sederhana.
Ini berbeda dengan  biometrik "jadi-jadian" yang malah menekankan kemewahan, kecanggihan, keampuhan teknologi, namun ternyata dibalik itu ternyata tidak sesuai yang dilihat. Dengan adanya hal semacam biometrik "jadi-jadian", kita tentunya akan jauh dari konteks yang amat mendasar tersebut.
Ketiga, tentang pesan implisit dari gimmick ini. Penggunaan biometrik palsu dalam situasi seperti ini justru akan mengirimkan pesan yang kontradiktif, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem dan kemudahan layanan berbasis teknologi yang ingin dipromosikan oleh instansi.
Dalam hal ini, kita mesti berkaca untuk tidak gagap bahwa setiap alat maupun sarana promosi yang kita gunakan mesti merepresentasikan nilai-nilai kebaikan kita, sekecil apa pun itu. Cara-cara gimmick seperti ini semestinya sudah kita tinggalkan seiring dengan perkembangan teknologi dan tidak perlu dipakai. Justru dengan perkembangan teknologi, kita pun harus ikut untuk menjadi pribadi yang lebih berintegritas dan transparan. Bahkan cara-cara tradisional seperti potong pita sebenarnya masih relevan dan malah menunjukkan kesederhanaan yang bisa menjadi sebuah respek tersendiri dari para audiens.
Lalu, jika memang harus memakai teknologi biar untuk terlihat "keren" tapi tetap autentik, adakah cara-cara yang dapat menjadi alternatif? Saya sebagai generasi milenial yang paham akan manajemen teknologi dapat memberi usulan. Berikut adalah contoh-contoh yang dapat dipakai:
 1. Memanfaatkan Tablet Touchscreen: Tablet dengan touchscreen dapat dihubungkan ke layar dengan sebuah tampilan interface yang menggambarkan logo sebuah event yang kemudian dapat diklik sebagai bukti peresmian.
2. Penggunaan Voice Control: Cara ini memanfaatkan aplikasi mobile yang dihubungkan ke layar dengan perintah suara khusus yang diatur dengan pengenalan suara orang yang meresmikan. Aplikasi tersebut yang tertampil di layar kemudian dapat membuka video opening dari acara.
Cara-cara seperti itu adalah cara yang masih terhitung dalam budget anggaran pemerintah daerah dan tidak perlu memangkas biaya yang amat besar dibandingkan pembelian TV layar sentuh dengan aplikasi biometrik. Pendekatan semacam ini memanfaatkan objek yang sudah ada atau malahan membuat cara unik khusus untuk tujuan aktivasi sebuah kegiatan. Cara-cara ini memang tidak umum seperti opsi biometrik palsu, namun menawarkan cara yang kreatif dan personal untuk memulai acara tanpa harus ada gimmick berlebihan di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H