Pagi ini, kubuka setiap pesan yang menghiasi dinding emailku. Seperti masih yang terjadi dalam minggu-minggu sebelumnya, ada banyak sekali pesan penolakan baik dari pihak lamaran kerja remote yang kulamar, pihak klien atas proyek yang kutawarkan, maupun pihak kampus tujuan atas beasiswa lanjut yang tengah aku coba masuki.Â
Hal-hal yang awalnya ketika masih baru lulus kuliah dulu merupakan sesuatu yang sangat meresahkan untuk hatiku namun kini berangsur-angsur telah menjadi terbiasa.
Apakah perjuangan ini seperti perjuangan Sisyphus yang terus mendorong batu besar untuk sampai ke puncak namun menggelinding kembali? Aku tidak ingin menyimpulkan bahwa kehidupan tidak sesederhana itu. Apa yang kulakukan memang terkesan tidak tentu arah jika hanya dilihat dari sudut pandang yang amat sempit. Melamar dan melamar. Menawarkan dan terus menawarkan.Â
Orang yang tidak mengerti ketika melihat hidupku sekilas bisa saja dengan dangkalnya berkata "dimana hasilnya?". Tetapi pandangan semacam itu bagiku yang terus bergerak merupakan hal sempit sekali karena mereka tidak melihat adanya sesuatu yang dinamakan proses.
Ketika kutilik  dalam diri sendiri "apa yang berubah dariku?" Kantong yang semakin menipis? Ah itu hal yang pasti, batinku sambil tertawa. Ada lagi? Semakin jauh aku menyelami diriku, semakin aku tertegun.Â
Rupanya perlahan semesta membentuk keteguhan hatiku untuk menerima realita dunia dengan segala dinamikanya. Realita yang menyangkut bukan hanya persoalan ke luar tetapi juga ke dalam diriku. Ia membentuk hatiku jauh lebih keras lagi untuk mau berjuang.
Aku teringat dengan kata-kata yang sering keluar dalam novel-novel klasik seperti Kisah Tiga Kerajaan yang menjadi favoritku. "Bagaimana seorang pemimpin bisa memimpin dengan benar negaranya jika ia mudah dilukai hanya dengan kata-kata?" Kata-kata dari zaman dahulu tersebut cukup menyentak hatiku.Â
Benar saja. Jika kita mudah tersinggung atau terbawa dengan kata-kata atau pesan yang menyakitkan, lantas bagaimana mental kita menanggapi ketika kita menghadapi persoalan yang kompleks baik di dalam diri sendiri maupun orang lain?
Kutipan tersebut akhirnya membangun niatku untuk belajar menerima setiap kata-kata yang kurang mengenakkan, bahkan penolakan yang terjadi dalam hidup.
Mereka yang ingin terbiasa dengan kemenangan, harus terbiasa pula dengan kegagalan. Demikian pula ungkapan klasik yang juga cukup membekas. Tidak ada ceritanya seseorang yang terus menang maupun berada di atas di dunia ini. Akan selalu ada naik turun dalam kehidupan.Â
Namun, itu semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Memang segalanya tidak mudah, tetapi jangan sampai pada akhirnya kita kehilangan kendali penuh atas diri kita atau sebaliknya, kita malas berusaha karena kita tahu pasti kita akan gagal.Â