Di dalam tahun politik ini, salah satu hal ikonik yang sudah mulai banyak muncul adalah adanya Alat Peraga Kampanye (APK) baik berupa baliho, poster, atau spanduk yang menggambarkan foto calon legislatif beserta ajakan untuk memilihnya.Â
Adanya banyak sekali APK ini diketahui mengganggu masyarakat dan bahkan menimbulkan kecelakaan. Meski telah ada rambu-rambu pemasangan sesuai yang diatur dari Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023, namun ternyata dalam prakteknya hal ini berbanding terbalik.Â
Saat ini tengah dilakukan berbagai upaya penertiban baik oleh Bawaslu maupun Satpol PP setempat sebagai representasi pemerintah daerah agar bentuk-bentuk pelanggaran tersebut dapat diatasi.
Bawelle et al, 2022; Perdana, 2019; Yuliyanto, 2014) yang menyatakan inefektivitas APK dan juga meminta adanya evaluasi kembali mengenai pelaksanaannya.Â
Dengan berkaca dari banyaknya efek pelanggaran yang terjadi, sebenarnya patut direnungkan kembali efektivitas dari penggunaan APK tersebut. Terdapat jurnal-jurnal penelitian (Meski terdapat beberapa penelitian lain yang sebaliknya juga menyatakan efektivitas positif dari APK ini (Swasono, 2017; Falimu, 2018; Sanjaya, 2020), namun secara kontekstual, seluruh penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan dalam benang merah bahwa terdapat situasi serta kondisi yang harus dicermati bagaimana alat peraga itu sendiri dapat berjalan efektif maupun tidak.
Melihat dari bagaimana peraturan KPU dan pelanggaran yang terjadi di lapangan, saya kira perlu ada tinjauan kembali baik dari segi peraturan, simulasi bagaimana alat peraga kampanye itu dipasang, hingga kepada tinjauan media yang efektif dari sebuah kampanye.Â
Dari "sampah visual" yang ditimbulkan dan bahkan dikatakan mencemari lingkungan, masihkah kita belum belajar berkampanye dan berpromosi dengan baik?Â
Sebagai seorang Desainer Komunikasi Visual, saya mencoba membedah berdasarkan disiplin keilmuan saya detail permasalahan atas penggunaan APK untuk mengarahkan apa yang mesti dilakukan.
Pertama, mengenai lingkup penggunaan. Secara mendasar beberapa pasal yang tercantum dalam Peraturan KPU nomor 15 tahun 2023 tersebut menyatakan adanya tempat-tempat yang terlarang (Pasal 69-72), namun dari sisi lain tidak menyebutkan secara spesifik contoh tempat-tempat umum yang diperbolehkan (Pasal 26 ayat 1 huruf d, di-mention kembali pada Pasal 34 ayat 1).Â
Kerancuan semacam ini tentunya akan sangat membingungkan caleg (calon legislatif) yang bersangkutan. Hal ini sebenarnya dapat teratasi jika memang ada simulasi pada sebelum era kampanye sehingga memudahkan caleg menempatkan APK. Tanpa ada landasan semacam ini, dapat terjadi kasus "kenakalan beruntun" dari masing-masing caleg seperti yang terjadi sekarang.Â