Generasi dimana saya lahir, Gen Y adalah generasi awal yang mulai merasakan invasi media-media kartun (anime) maupun video game  Jepang dalam layar kaca. Kartun-kartun Jepang generasi "lawas" seperti Saint Seiya, Dragon Ball, Ranma 1/2, Doraemon adalah yang cukup populer mula-mulanya, kemudian semakin semarak dengan tipe kartun yang mengadaptasi teknologi atau device tertentu yang menjadi ikon dari kartun tersebut dan menjadi media permainan idola pada zamannya seperti Digimon, Beyblade, Let's & Go (dengan mobil-mobilan Tamiya yang menjadi ciri khasnya), Crush Gear sampai pada mulainya era Pokemon, One Piece serta Naruto.Â
Generasi kami sempat menyaksikan lahirnya banyak komunitas maupun event Jejepangan pertama yang tidak terpikir sebelumnya. Singkatnya, dapat dikatakan generasi kami adalah generasi "wibu" (istilah yang berbau konotatif tentang penggemar media maupun budaya Jejepangan) pertama.Â
Meskipun begitu, seiring perjalan waktu, saya sendiri dan anak-anak Gen Y pada umumnya yang telah memasuki umur 30an mulai meninggalkan perkembangan dunia Jejepangan. Dengan kesibukan yang ada, fokus yang semakin luas, serta semakin menjamurnya anime-anime baru, membuat semakin mustahil kami semua mengikuti cepatnya pergerakan dunia Jejepangan ini. Saya sendiri mengakui, hampir kosong melompong soal perkembangan anime terbaru saat ini. Dapat dikatakan, posisi saya saat ini menjadi "awam" yang tidak tahu apa-apa.
Pada suatu kesempatan, saya memberanikan diri untuk mendekat kepada sebuah event Jejepangan di Surabaya. Mencoba merasakan kembali nuansa yang pernah hadir dalam diri saya semasa dahulu pernah mengikuti dunia tersebut. Saya mengajak adik saya yang dari kelompok generasi Z yang jauh lebih mengerti bagaimana dunia tersebut saat ini, sambil menggali banyak informasi darinya. Dia menjadi"pemandu informasi" untuk saya, mulai dari segi anime populer saat ini hingga kebiasaan-kebiasaan anak Jejepangan sekarang.
Dalam event yang berlangsung hanya satu hari yang berlokasi di outdoor sebuah Mall tersebut, saat kami berjalan dari tangga eskalator, sudah mulai nampak beberapa orang yang mengenakan cosplay anime. Semakin masuk ke dalam panggung event, terlihat semakin banyak para cosplayer yang saling mengobrol akrab satu sama lain. Tersedia stand merchandise serta makanan-makanan khas Asia Timur (tentunya didominasi dari Jepang) di sepanjang jalan. Riuh mereka yang bersorak dan bernyanyi di sekitar panggung sambil menonton band-band yang mengisi acara terdengar jelas.
Adik saya yang saya bawa melihat banyak stand merchandise bergegas mendatangi satu persatu. Dilihatnya beberapa barang yang menarik baginya. Gantungan kunci dan sticker menjadi barang-barang utama yang langsung dibelinya dalam hitungan menit. Barang-barang semacam ini baginya jarang sekali untuk dapat ditemuinya sehari-hari.
Dari bagaimana perilaku adik saya tersebut dan juga apa yang orang-orang lain dalam event tersebut lakukan, dapat saya tarik kesimpulan yang sebenarnya bibit-bibitnya sudah ada dalam diri saya tetapi seakan terpendam begitu lama : bahwa hal-hal semacam ini adalah sarana aktualisasi diri. Mereka (dan tentunya juga saya di masa lalu) mungkin dapat dilihat dari perspektif awam sebagai yang tergolong dalam kaum "nerd" (aneh) yang tertutup, penggemar karakter fiksi yang tidak jelas, dan beragam konotasi lainnya. Â Namun di sisi lain, di sinilah ruang khusus dimana kami tidak merasa sendiri dan malahan bebas bertemu orang-orang yang juga merasakan hal sama.
Kalau orang lain bertanya, "apa yang sampai membuat orang segitunya mengikuti dunia semacam  itu?" saya sendiri  beropini bahwa hal-hal semacam itu adalah yang menemani perjalanan hidup anak-anak generasi sekarang. Terutama pada fase-fase remaja dimana kita mulai dihadapkan pada eksistensi diri sendiri dan orang lain. Adalah sebuah fenomena ketika anak-anak pada usia tersebut mencari panutan yang dapat dijadikan contoh lalu kemudian menemukannya dalam media-media yang menjadi fasilitasnya.Â
Narasi cerita, pembentukan karakter, hingga teknologi yang dibangun memberi impresi tersendiri di kalangan anak muda. Adik saya sendiri contohnya, ia mencari gantungan kunci dan stiker dari tokoh-tokoh idolanya yang merepresentasikan gambaran ideal hero-nya. Bahkan ia berbicara apabila ia kerja, ia ingin menambah koleksi action figure yang tengah dijual namun ia rencanakan ia beli dengan gajinya kelak.