Pasti tulisan ini lebih cocok pada waktu merayakan hari kenegaraan (Sumpah Pemuda). Tetapi saya ingin saja berbagi di situasi yang tidak biasa ini. Demikian.
Kisah mengenai Sumpah Pemuda yang saya alami, atau yang lebih tepatnya bagaimana upacara bendera memperingati Sumpah Pemuda saya alami sudah dimulai sejak saya duduk dibangku kelas 1 Sekolah Dasar Katolik Don Bosco 2 di Kupang pada tahun 1993.Â
Memang benar apa itu upacara bendera bagi saya waktu itu sangat tidak paham, apalagi tentang Sumpah Pemuda. Saya - mungkin juga kami anak-anak kecil - mengikuti upacara bendera tiap hari senin adalah sebuah kewajiban.Â
Sebuah keharusan dari pihak sekolah. Kalau tidak hadir dan berdiri rapih berbaris dengan baju disisip, pasti kami ditegur oleh para guru. Tegurannya beragam. Ada yang diterapi dengan penggaris panjang 1 meter, tebal 3 centimeter, yang dipukul di bagian pantat, ada yang yang dicubit di bagian hidung, atau ada yang dicubit di bagian pangkal paha dan lain-lain.Â
Pengalaman seperti demikian membentuk kami (atau saya sendiri) untuk berpikir sepuluh kali kalau tidak ingin ikut upacara bendera (kecuali memang karena sakit parah dan ada keterangan dokternya) apalagi perayaan khusus seperti Sumpah Pemuda.Â
Tahun yang kedua sampai tahun yang ketujuh mengikuti upacara bendera bagi saya sama saja seperti pertama kali saya mengikutinya. Nilai tambahnya adalah hanya sebatas relasi superfisial semata, yaitu datang lebih awal kadang-kadang dan berbaris di tempat yang agak teduh karena beberapa pohon yang berdiri di depan sekolah kami.Â
Setelah memasuki tahun kedua di sekolah lanjutan tingkat pertama tahun 2000, barulah saya memahami apa itu upacara bendera dengan baik, juga tentang Sumpah Pemuda. Tetapi ini pun belum mampu mengangkat saya dari trauma dipukul lantaran tidak ikut upacara.
Hafalan-hafalan materi tentang wawasan kebangsaan waktu enam tahun duduk di bangku sekolah dasar, sedikit banyak membantu pengertian saya.Â
Upacara setiap senin dan secara khusus Sumpah Pemuda bagi saya waktu itu adalah masih berupa kewajiban yang ditambah dengan kesadaran akan perjuangan mempertahankan bendera Merah Putih di Gedung Yamato kala perang kemerdekaan.Â
Bagi saya upacara bendera adalah saat di mana kepala sekolah memberikan amanat yang panjang dan menjelaskan tentang apa dan bagaimana menjadi bangsa Indonesia.Â
"Orang Indonesia yang baik adalah mereka yang selalu menghormati bendera merah putih dan memberi penghormatan ketika dikibarkan juga ketika tidak dikibarkan", demikian kepala sekolah.Â