Petani generasi hijau pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah-istilah seperti organic farming, integrated farming, pertanian berkelanjutan, dan ekologi pertanian. Juga istilah lain seperti hidroponik, akuaponik, Â dan permakultur.Â
Banyak istilah dan praktik yang dapat dilakukan oleh sahabat generasi hijau. Salah satunya adalah praktik permakultur.Â
Tidak perlu lahan yang luas. Sebab yang paling penting adalah memahami prinsip dan konsistensi untuk menerapkan praktik permakultur dalam kehidupan sehari-hari.
Kata permakultur diadopsi dari bahasa Inggris permaculture. Kata ini merupakan gabungan dari permanent agriculture. Jadi sebutan bahasa Indonesianya cukup Permakultur, tidak perlu pertanian permakultur.Â
Sesuai dengan namanya, permakultur berkaitan dengan tatanan kehidupan yang berkelanjutan atau lestari, terus-menerus, dan permanen. Karena itu, permakultur memegang erat prinsip keseimbangan dan berkelanjutan.
Permakultur adalah cabang ilmu desain dan teknik ekologis yang mengembangkan pengolahan lahan, arsitektur berkelanjutan, dan sistem pertanian swadaya berdasarkan ekosistem alam.Â
Sistem pertanian ini memiliki konsep yang serupa dengan konsep pertanian terpadu dan pertanian organik. Namun, permakultur memberi penekanan pada desain, perencanaan pertanian dan integrasinya dengan implementasi berupa praktik pertanian.
Adalah Bill Mollison dan David Holmgren asal Australia yang mengembangkan Permakultur di sekitar  tahun 1970-an.Â
Keduanya berupaya untuk membalikkan degradasi lingkungan yang tampaknya mengikuti perkembangan modern.