Saya dan angkatan sebelum dan setelah saya, era kurikulum 1984 dan 1994 kenyang dengan variasi soal ujian. Dari tingkat SD hingga level SMA. Ada soal B-S, Pilihan ganda, mengisi titik-titik, dan menjawab pertanyaan dengan singkat.
Bobot nilai pun dibedakan. B-S biasanya 10 -20 soal dengan bobot nilai 10-20%. Pilihan ganda sampai 50 soal dengan bobot maksimal 50%. Sisanya, mengisi titik-titik dan menjawab pertanyaan bobotnya 30-40%.Â
Soal-soal yang biasa diberikan dalam ujian dalam kelas, Â sering diadaptasi dengan gaya ujian Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional, atau biasa disingkat EBTANAS. Sekarang Ujian Akhir Nasional (UAN).
Tak mengherankan jika siswa kelas 6 SD, Kelas 3 SMP dan SMA perlu belajar Soal-soal yang dikumpulkan dalam Siap EBTANAS.Â
Kalau tidak lulus EBTANAS, maka tidak ada jalan lain selain mengulang kelas. Ikuti lagi EBTANAS di tahun berikutnya.Â
Zamanku, penentuan kelulusan siswa adanya di rayon. Masih ingat, untuk tingkat SD rayonnya ada di kecamatan. Ketua rayon adalah Kakandepdikbud Kecamatan.
Sementara untuk tingkat SMP, rayonnya ada pada tingkat kabupaten. Jika banyak sekolah, maka ada beberapa subrayon.
Sedangkan level SMA merupakan wewenang dari Kanwil depdikbud Provinsi. Jika sekolahnya banyak maka dibuat beberapa sub rayon.
Meskipun disesuaikan dengan soal-soal EBTANAS, Â setiap guru pengampu mata pelajaran bebas menyusun soal ujian kelas. Ada yang objective test saja, essay test saja atau perpaduan antara objective dan essay test.
Bagi siswa zaman old, variasi soal ujian sangat membantu. Tentunya subyektif ya. Ada yang setuju, ada yang tidak. Sebab masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.