Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nahe, Tikar Daun Gebang Timor yang Semakin Langka

14 Juli 2023   05:17 Diperbarui: 14 Juli 2023   09:12 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerajinan anyaman tikar atau nahe dalam bahasa dawan Timor masih dilakoni oleh para ibu di kampung-kampung. Namun akhir-akhir ini sudah semakin sedikit para ibu yang menganyam tikar. 

Di Timor, khususnya kampung Biboki, kabupaten TTU kita masih menjunpai tikar anyaman tangan. Hasil kreasi ibu-ibu dari daun  noe tune alias pohon gebang. 

Bagian yang dimanfaatkan adalah daun yang berasal dari pucuk noe tune. Daun yang sudah tua terlalu kaku sehingga sulit dianyam. 

Duduk di tikar alias nahe di depan rumah adat (dokpri)
Duduk di tikar alias nahe di depan rumah adat (dokpri)

Proses Penyiapan Bahan 

Pucuk daun gebang yang telah diambil, dibuka lalu dijemur di bawah sinar matahari hingga kering.  Satu tikar membutuhkam 6 sampai 8 pucuk gebang kering.

Daun yang sudah kering akan dikerjakan lebih lanjut. Mengeluarkan lidi yang melekat dan menjalin lembaran-lembaran daun. 

Daun kering ini akan dibagi-bagi menjadi bentuk yang lebih kecil. Agar potongannya sama (walaupun ada sedikit beda ukuran), biasa menggunakan semacam mall dari lidi dan pisau. 

Kepala tikar dsri noe tune (dokpr
Kepala tikar dsri noe tune (dokpr

Setelah cukup banyak, proses menganyam pun dimulai. Bagian tikar yang dibentuk terlebih dahulu adalah bagian kepala. 

Ukuran tikar tergantung pada si pembuat. Paling banyak, tikar  sedang yang bisa digulung dan dipindahkan dengan mudah ke tempat yang memerlukan tikar digelar.

Setelah bagian kepala tikar dibentuk, maka mulailah masuk pada badan tikar. Biasanya anak-anak gadis belajar dari bagaimana menganyam bagian badan tikar. Sebab lebih mudah. 

Bagian ekor tikar pun lebih sulit. Sebab pada bagian ini akan dibentuk model menarik dan mengakhiri anyaman.  

Jika sudah selesai, maka tinggal membersihkan sisa-sisa sambungan anyaman. Anak-anak bisa membantu ibu untuk membersihkannya. 

Kaum ibu biasanya menganyam tikar dimalam hari, sebelum tidur. Apalagi saat bulan bersinar. Mereka akan duduk di Lopo dan menganysm. Bahkan ada yang karena keasyikan, bisa menganyam hingga larut malam. 

Badan tikar alias nahe yang dianyam rapat (dokpri)
Badan tikar alias nahe yang dianyam rapat (dokpri)

Kapan Tikar Digunakan?

Tikar digunakan untuk beberapa kepentingsn. Yang pertama, saat ada tamu. Menggelar tikar merupakan cara tuan rumah menghormati tamunya. Sekalipun di atas dipan atau bale-bale, tuan rumah akan membentangkan tikar terlebih dahulu baru mempersilakan tamunya duduk. 

Kedua, waktu tidur. Tikar untuk tidur biasanya digulung saat pemiliknya bangun tidur. Baru akan digelar waktu hendak beristirahat. 

Tikar untuk tidur tidak digunakan untuk kepentingan lain. Biasanya digulung dan disimlan di atas papan yang ada di lopo untuk kaum pria. Dan milik wanita di dalam rumah. 

Selain bermanfaat untuk alas tempat duduk tamu dan alas tempatt tidur, tikar juga dimanfaatkan untuk tujuan lain. Untuk acara adat dan alas menyimpan pakaian sementara saat diangkat dari jemuran. 

Nahe Semakin Langka

Saat ini, nahe semakin langka. Semua fungsi nahe sudah digsntikan dengan sarana lain. Setiap rumah sudah punya kursi untuk tempat dudik. 

Alas tempat tidur pun sudah diganti dengan slrei karena tempat tidur menggunakan spons meskipun sponsnya tipis.

Tikar noe tune juga digantikan dengan tikar buatan pabrik apabila berada di luar seperti acara wisata dan sebagainya.

Jalinan tikar dari noek dianyam rapat dan rapit oleh ibu-ibu di kampung (dokpri)
Jalinan tikar dari noek dianyam rapat dan rapit oleh ibu-ibu di kampung (dokpri)

Sementara itu, pengrajin tikar semakin berkurang. Entah karena sulit atau memang zaman telah berubah. Nahe dari noe tune, kini makin sulit ditemukan, sekalipun itu di kampung-kampung. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun