Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tahan Feu, Tradisi Bersyukur Atoni Biboki atas Hasil Panen Baru

24 Juni 2023   15:42 Diperbarui: 25 Juni 2023   02:21 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Neno i utusib ko ben ma unonko ben 
(hari ini kuurapi dan kuarahkan)
Henait mnaot na kaisa msin mak atoni in kan kana
(supaya kalau di perjalanan jangan mengambil barang orang)
On nan ma nai tam meup ma msin mak 
(juga agar selalu rajin bekerja)
Utusip ko on le ia ben! 
(demikian kuurapi seperti ini)

Demikian tua adat mengambil sedikit nasi turis dari dalam nampah nyiru. Sambil mengucapkan kata di atas, ia pun mengoleskan nasi dan kacang tersebut pada telapak tangan anak cucu dan keluarga yang hadir dalam acara tersebut. Semua anak dan cucu akan antri untuk mendapatkan urapan dari tua adat atau penjaga rumah adat. 

Itulah sepenggal acara pengurapan tangan (tuis) dalam tradisi tahan feu atau masak baru. 

****

Tua adat atau penjaga rumah mengurapi tangan anak cucu dan keluarga sebelum makan baru (dokumentasi pribadi)
Tua adat atau penjaga rumah mengurapi tangan anak cucu dan keluarga sebelum makan baru (dokumentasi pribadi)

Nusantara kita memang kaya akan keanekaragaman budaya. Setiap daerah memiliki budaya yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Bukan hanya dalam level provinsi, tetapi hingga ke tingkat yang lebih rendah. Kampungnya berdekatan, tetapi tradisinya berbeda.

Tradisi di suatu daerah mungkin terasa unik oleh masyarakat lain. Namun sudah biasa bagi anak, cucu, dan generasi yang masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan tersebut.

Termasuk berbagai tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya, syukuran setelah panen yang dilakukan oleh petani di Timor Barat, NTT. Namanya tahan feu, pengertian harafiahnya adalah masak baru. 

Tradisi tahan feu masih terpelihara dengan baik, utamanya oleh masyarakat di Biboki, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT. Wilayah Biboki sendiri merupakan daerah bekas salah satu eks swapraja.  

Orang atau atoni Biboki kini tersebar dalam 6 kecamatan. Keenam kecamatan dimaksud adalah Biboki Selatan, Biboki Utara, Biboki Anleu, Biboki Feotleu, Biboki Moenleu, dan Biboki Tanpah.

Menunggu giliran untuk melakukan tradisi 'tuis' yaitu mengolesi telapak tangan dengan nasi dan kacang turis (dokumentasi pribadi)
Menunggu giliran untuk melakukan tradisi 'tuis' yaitu mengolesi telapak tangan dengan nasi dan kacang turis (dokumentasi pribadi)

Ada dua kegiatan besar dalam acara tahan feu, yaitu kegiatan memasak dan kegiatan makan baru (tah feu). Karenanya kegiatan ini pun sering dinamakan tah feu. 

Sebelum acara makan bersama, diawali dengan acara pengurapan tangan dan dengan demikian, pertanda bawah yang telah mendapatkan pengurapan di tangan sudah sudah untuk makan jenis makanan baru yang baru saja dipanen. 

Setiap tahun ada dua kali tradisi tahan feu. Acara tahan feu pertama adalah ketika tanaman jagung para petani sudah bisa dimakan. Anak, cucu dan keluarga akan datang ke rumah adat membawa jagungnya. Dimasak lalu dimakan bersama setelah ada upacara pegurapan telapak tangan.

Tahan feu kedua adalah setelah panen padi dan musim kacang turis atau kacang gude sudah bisa dipanen untuk dimasak. Di Biboki, kacang gude biasa dimasak bersama dengan nasi atau jagung yang dinamakan jagung katemak. 

Kata-kata yang disampaikan oleh tua adat dalam tuis nimaf (pengurapan tangan) biasanya sama. Namun mengadung beberapa makna sebagai berikut:

  • Pertanda orang yang diurapi telapak tangannya sudah boleh makan hasil panen baru dalam tahun berjalan. Pangan yang biasa dimakan setelah melalui tradisi ini adalah nasi dari beras ladang dan kacang turis atau gude.
  • Diingatkan untuk tidak mengambil milik orang dalam perjalanan. Dengan kata lain, tidak mencuri milik orang. 
  • Dengan adanya tusi nimaf, seseorang yang mendapatkan pengurapan di telapak tangannya akan direstui oleh leluhur untuk bekerja lebih rajin dan mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi.

Buah/biji kacang gude warna hitam, dimasak bersama beras hasil panen tahun berjalan dalam acara tahan feu (dok foto: distanpangan.baliprov.go.id)
Buah/biji kacang gude warna hitam, dimasak bersama beras hasil panen tahun berjalan dalam acara tahan feu (dok foto: distanpangan.baliprov.go.id)

Demikian tradisi tahan feu dan tah feu yang masih dipertahankan di kampung saya, Biboki. Semoga tetap dilestarikan dari generasi ke generasi, termasuk pesan moral yang terkandung di dalamnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun