Menenun merupakan salah satu kerajinan tangan yang telah dilakoni para ibu di Nusa Tenggara Timur. Pengetahuan ini diwariskan secara turun-temurun, dari orang tua kepada anak-anak gadisnya. Sebagian besar wanita NTT itu trampil menenun. Dari tangan-tangan trampil mereka, lahirlah kain bermutu tinggi. Tanpa menggunakan mesin.
Pada suku Atoni Dawan di Timor, beti adalah sebutan untuk kain sarung para pria.
Sedangkan sarung perempuan dinamakan tais. Beti berupa kain panjang dengan sisa-sisa kain yang diikat rapi di kedua ujungnya.
Sementara tais akan dijahit bulat setelah pembuatan tenunan selesai.
Pintar Menenun, Syarat Menikah
Jaman nenek dan ibu saya masih gadis, menenun merupakan salah satu syarat ketrampilan yang harus dimiliki apabila ingin menikah, di samping pintar memasak. Karenanya, anak-anak yang masih remaja pun sudah harus dibimbing oleh ibu atau neneknya, untuk menenun kain.
Jika belum mampu menenun dan memasak, maka seorang anak gadis dianggap belum siap untuk berumah tangga. Sebab ketika berumah tangga, maka perempuan lebih banyak dituntut untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, termasuk pemenuhan kebutuhan sandang.
Meskipun anggapan tersebut kini sudah semakin berkurang, di kampung-kampung kami yang masih jauh dari kota, tetap mempertahankan tradisi tersebut. Seorang gadis yang siap menikah harus terlihat trampil.
Geliat Kelompok Wanita Penenun Primario Oelnitep
Menenun, awal mulanya dilakukan sendiri-sendiri oleh kaum ibu di rumah. Beti dan tais, tidak sembarangan dipakai. Biasanya hanya dipakai saat menghadiri pesta, kedukaan, atau ke tempat ibadah.
Beti dan tais, juga digunakan untuk selimut terutama bagi tamu yang menginap. Biasanya, barang tenunan ini disimpan di petik atau lemari yang diberi kamper atau kapur barus. Tidaklah mengherankan, jika kain-kain ini bau kamper.