Hampir semua orang pernah mencicipi buah atau sirup markisa. Rasanya manis tetapi ada kecut-kecutnya. Apalagi buah markisa segar, aromanya tak mau menghilang.
Namun ada pula markisa dalam ukuran mini, karena ukurannya yang kecil, maka sering dinamakan markisa mini atau markisa hutan. Ada pula yang menamakannya Rambusa, Permot, Kaceprek, atau Timun Padang. Yang pasti, semua daerah memiliki nama tersendiri.Â
Saking banyaknya, kita bisa bingung. Untunglah ada ilmu taksonomi dan bapak taksonomi kita, Carolus Linnaeus yang kemudian melahirkan nama-nama ilmiah bagi tumbuh-tumbuhan.
Tumbuhan ini sering ditemukan di kebun, pinggir jalan, tepi sungai hingga di dalam hutan. Tumbuh sendiri, tidak ditanam. Merupakan tumbuhan herba yang jago memanjat.
Buah markisa memiliki nama ilmiah Passiflora edulis. Sementara markisa hutan dinamakan Passiflora foetida. Keduanya sama-sama dari genus Passiflora, hanya berbeda spesies.
Muda Beracun, Matang Berasa Manis
Buah mudanya berwarna hijau dan beracun akan berubah menjadi kuning ketika sudah matang. Nah, di dalam pembungkus berwarna kuning inilah terdapat daging buah yang manis dan bijinya yang kehitaman.
Markisa mini hidup dengan cara merambat. Menjadi tumbuhan pemanjat yang memanfaatkan tanaman lain untuk menjalar. Karenanya, memiliki sulur atau semacam jemari untuk mengikatkan dirinya pada benda yang dipanjat.
Di Kota Kupang, markisa mini ini mudah ditemukan di lahan-lahan kosong. Di tempat tandus sekalipun bisa bertahan hidup hingga menghasilkan buah. Namun diduga, tumbuhan ini berasal dari Amerika Selatan. Dari sanalah kemudian merambah hampir ke semua tempat, termasuk di Indonesia.
Meskipun suka memanjat dan mengikatkan diri pada tanaman atau benda lain dengan sulur-sulurnya, markisa mini hidup mandiri. Ia memiliki perakaran sendiri, mencari makan dan minum dengan menggunakan akar, bukan merupakan tumbuhan benalu yang hidup menumpang pada tanaman lain.