Musim hujan tiba. Benih-benih yang dorman di musim kemarau, tetiba tumbuh dari dalam tanah. Â Rerumputan tak mau kalah, memunculkan pucuk muda dari sela-sela akarnya. Tak ketinggalan, tunas baru umbi-umbian pun menyembul dari permukaan tanah.
Salah satu kelompok tumbuhan berumbi yang biasanya tumbuh di musim hujan, adalah iles-ilesan. Orang dawan Timor menamakannya Maek. Terdapat tiga jenis Maek yang dikenal di Timor, yaitu Maek  Mina berbatang putih. Juga Maek Fui berbatang tinggi hijau berbintik putih. Batangnya lebih tinggi daripada Maek Dato yang kini menjadi primadona karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Dari ketiga jenis Maek tersebut, baru Maek Mina yang dijadikan sebagai pangan oleh penduduk setempat. Sementara, Maek Fui belum dijadikan sebagai bahan pangan karena gatal. Kemungkinan penduduk belum mencoba, bagaimana menghilangkan sensasi gatal yang ada. Umbi Maek Fui biasanya diambil dan diolah untuk makanan ternak. Sementara Maek Dato kini menjadi harta penting petani yang dipelihara untuk dijual.
Bau Menyengat Bunga Porang Seperti Bangkai
Pada dasarnya, kelompok umbi-umbian dan akar rimpang memiliki perilaku tidak tumbuh di saat kemarau. Namun saat tidak tumbuh itulah, umbinya berada dalam kondisi besar sempurna. Ubi hutan, maek, bengkuang, jahe, dan kelompok akar rimpang lainnya dapat dipanen saat batangnya telah mati seperti itu.
Porang pun demikian. Setelah tumbuh setahun, batangnya pun mati. Menunggu musim tumbuh berikutnya.
Nah, saat tumbuh di awal musim itulah sebagian umbi Porang akan muncul spora bunganya. Spora ini bentuknya indah sekali. Sayangnya, menyebarkan bau busuk seperti bangkai.
Bayangkan, apabila seluruh penduduk di suatu desa menanam Porang di pekarangan. Kita akan menghirup aroma tak sedap di seluruh desa. Bau ini, biasanya muncul di pagi hari dan sore hari hingga jam 8 malam. Waktu di luar itu, kurang bau bahkan tidak berbau.
Ketika saya komplain pada kakak di Kampung, ia hanya menyatakan bahwa mereka sudah terbiasa. Sambil berkelakar pula ia menyatakan, bahwa itu aroma uang, bukan bau bangkai.
Beberapa orang menyarankan, spora itu dibuang saja ketika tumbuh. Namun kebanyakan pemilik Porang lebih memilih untuk membiarkannya saja. Aroma tak sedap, sudah menjadi konsumsi harian mereka.