Bagi saya, Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk dikerjakan di rumah masih tetap diperlukan. Termasuk mendidik anak untuk mengulangi pelajaran yang telah diperoleh di sekolah. Juga menjadi jembatan antara guru dan orangtua dalam memantau perkembangan pendidikan anak.
Namun PR hanyalah salah satu cara agar orangtua pun ikut mengetahui perkembangan anaknya di sekolah. Masih ada lagi bentuk lain seperti pengisian buku agenda anak didik. Juga komunikasi melalui grup media sosial atau rapat dewan guru dan para orang tua melalui wadah komite sekolah.
PR hendaknya bukan sesuatu yang menyulitkan siswa ketika ia mencoba mengerjakannya di rumah. PR jangan sampai menjadi momok bagi siswa.
Siswa cenderung memilih untuk bolos sekolah dengan alasan takut pada guru karena tidak mengerjakan PR. Atau kalau tidak, meminjam dan mencatat PR temannya ketika sampai di sekolah. Nah, kalau sudah seperti ini, percuma juga memberikan PR seabrek.
Pengalaman Mengerjakan PR Sewaktu Sekolah
Setiap sekolah, tentu saja memiliki cara tersendiri dalam mendidik muridnya agar dapat memenuhi target kurikulum. Tetapi tingkat penerimaan siswa terhadap materi pelajaran itu sangat bervariasi.
Ada yang cepat paham atau sedang-sedang saja. Perlu diulang satu atau dua kali barulah paham. Selain itu, ada kelompok siswa yang lumayan lamban. Â Â
Saya, termasuk generasi yang akrab dengan PR terutama saat masih duduk di bangku SD dan SMP. Â Hampir setiap mata pelajaran, ada PR-nya.
PR yang diberikan oleh guru selalu diperiksa guru pemberi tugas. Ada guru yang memberi nilai dan menjadikan nilai tersebut sebagai salah satu komponen dari nilai akhir rapor siswa.
Ada juga guru yang hanya memeriksa lalu hanya membubuhi tanda tangannya. Sesekali diberi komentar sangat bagus, perbaiki lagi tulisannya, atau rajin belajar.