Sahabat pembaca,
Tulisan ini berbasis pada pengalaman hidup saya sebagai orang kidal. Sejak kecil hingga mencapai usia seperti ini. Kiranya dapat menggugah orang tua, guru dan sahabat-sahabatku dimana saja untuk tidak mempermasalahkan kehadiran kami. Jumlah kami memang lebih sedikit dibandingkan dengan kaum kanan.
Sang Maha Pencipta telah menganugerahkan dua tangan bagi manusia untuk digunakan. Dan akan terlihat cacat, manakala salah satu tangannya buntung atau tidak ada.
Karena itu, kebiasaan-kebiasaan hidup, yang mendiskriminasikan anggota tubuh kita sendiri, sebaiknya dipikirkan ulang. Semua anggota tubuh kita, diciptakan dengan tujuan yang mulia. Akan kelihatan cacatnya, jika tubuh kita tidak utuh. Betul kan?
Sahabat pembaca,
Saya bertangan kidal. Sebagai orang kidal, lebih banyak saya menggunakan tangan kiri. Mengangkat benda yang membuthkan tenaga lebih kuat, menulis, memotong sesuatu dan aktifitas lain selalu saya lakukan secara terbalik. Bertentangan dengan kelompok orang bertangan kanan.
Hampir seluruh budaya kita, tidak menerima apabila ada anggota keluarga yang sejak kecil lebih suka menggunakan tangan kirinya. Ketika anak mulai belajar memegang benda, maka yang diperhatikan adalah apakah anak memegang benda itu dengan tangan kanan? Jika tidak, maka cepat-cepat orang tua akan memindahkannya ke tangan kanan yang dijuluki sebagai tangan manis.
Salam sama orang tua, harus pakai tangan manis. Makan juga demikian. Apalagi memberi atau menerima sesuatu dari orang lain, wajib menggunakan si manis tadi.
Menggunakan tangan kiri itu tidak baik. Tidak sopan. Pemberontak. Lebih ekstrim lagi, tangan setan. Duh, segitunya. Tapi anehnya, mereka yang menyatakan bahwa tangan kiri itu tidak baik, malah tidak mau memotong tangan kirinya itu dan membiarkan tangan manis menggelantung sendirian pada bahu kanannya.
Ah para pembaca yang budiman,