Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemutil Kopi dari Bukit Jambi

13 Oktober 2021   11:44 Diperbarui: 13 Oktober 2021   12:19 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita Pemutil Kopi. Dok Pribadi Greg Nafanu

Di suatu dusun yang letaknya tak seberapa jauh dari jalur trans-Sumatera. Tepatnya di Dusun Bukit Jambi, Kampung Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Way Kanan Lampung. 

Pagi-pagi, kala mentari masih terlihat malu-malu muncul dari balik bukit, seorang perempuan dengan gesit menyiapkan bakul, sarung tangan lusuh, golok dan bekal seadanya.  

Tak ketinggalan pula, obat nyamuk bakar sebagai senjata pengusir nyamuk-nyamuk nakal yang tak pernah puas mengerubutinya manakala ia sudah larut menjalankan kegiatan hariannya di kebun. 

Hari ini ia akan memutil atau memetik kopi. Bukan di kebunnya tetapi menjadi buruh di kebun Abah Ruchayat. Di Bukit Jambi, menjadi orang upahan untuk  memutil kopi dan lada atau menderes karet orang lain, sudah lumrah dilakukan dengan sistem bagi hasil panen sesuai dengan kesepakatan antara pemilik dan buruh. 

Mayoritas pemutil kopi adalah kaum wanita. Alasannya, mereka lebih teliti dan tekun saat bekerja. Selain itu, wanita biasanya lebih banyak memutil kopi secara selektif alias panen pilih. 

Sementara buruh pria sering memutil semua buah kopi yang ada, baik yang sudah merah maupun yang masih hijau dan muda, bahkan bunga-bunga kopi yang seharusnya dibiarkan untuk berbuah, ikut 'dipanen' yang oleh masyarakat Bukit Jambi dinamakan sebagai panen rampok. 

Abah Ruchayat sudah memiliki buruh langganan. Biasanya bekerja bersama isterinya, Ibu Rosminah. Sistem panen di kebun Abah Ruchayat dilakukan dengan cara panen pilih, hanya memanen buah kopi yang sudah merah atau minimal berwarna kuning. 

Menurut Abah Ruchayat, selain berkualitas tinggi, penyusutan berat kopi yang dipetik merah pun lebih sedikit dibandingkan dengan panen rampok yang selain kualitasnya rendah, juga banyak kotoran seperti dedaunan dan bunga kopi. 

Ada dua jenis kopi yang dikembangkan oleh penduduk setempat yaitu Liberika dan Robusta. Liberika lebih dikenal dengan nama Robinson karena konon Robinson-lah yang membawa kopi Liberika ke sini. 

Pohon kopi Liberika biasanya tumbuh lurus dan tinggi sehingga seringkali batang kopi harus ditebang baru dipanen buahnya. Sedangkan rata-rata kopi Robusta tidak tinggi dan sudah dilakukan pemangkasan dan penyambungan. 

Harga biji kopi di Bukit Jambi pun masih relatif murah. Tahun  ini masih berkisar antara Rp 18.000 hingga Rp 22.000 per kilogram. Adakah yang mau menawar lebih agar bisa membantu petani di Bukit Jambi?  Semoga harga biji kopi semakin tinggi agar bisa membantu petani kita, khususnya di Bukit Jambi. 

kopi-1-6166634d010190142c748762.jpg
kopi-1-6166634d010190142c748762.jpg

Buah kopi Liberika alias Robinson. Dok pribadi Greg Nafanu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun