Ps: Ini cuplikan novel yang sedang dalam progress. Minta komentar dan sarannya, terima kasih :)
2
Lyra adalah gadis yang cukup cerdas sehingga dia berhasil masuk universitas impiannya. Hari ini di kampus barunya itu, ada open-house unit-unit kegiatan mahasiswa. Mahasiswa-mahasiswa baru seperti dirinya, maupun mahasiswa lama, ramai menjelajahi stan-stan. Mencoba apa yang ditawarkan masing-masing unit, atau berbaris rapi untuk mendaftar. Kali ini Lyra menjelajahi open-house dengan teman yang baru dikenalnya waktu pendaftaran mahasiswa baru.
“Bas, kamu duluan deh. Mau nyoba apa?” tanya Lyra pada lelaki yang namanya Bastian itu. Tapi Bastian menolak. Setelah menghembuskan nafas panjang, Lyra mengalah juga dan mereka berjalan ke arah unit basket. Lyra memang suka olahraga ini, tapi akhirnya dia memutuskan untuk mencoba saja dan tidak mendaftar.
Setelah berkeliling beberapa lama, Lyra dan Bastian akhirnya memutuskan untuk datang ke stan tree-hugger. Unit pecinta lingkungan. Mereka memang sebelumnya sudah berencana akan masuk unit itu. Lyra sedang bersemangat hari itu, dia berjalan cepat, agak jauh dari Bastian dan masuk ke barisan calon anggota baru yang tidak begitu panjang.
“Silahkan diisi databasenya,” kata seorang lelaki yang nampaknya sudah cukup senior. Lyra begitu semangat mengetikkan nama, jurusan, dan nomor ponselnya. Beberapa detik kemudian, dengan semangatnya juga, Lyra berdiri kembali dan…
Duk! Kepalanya terbentur papan kayu bertuliskan “Tree-Hugger” yang dipasang di sebuah tiang. Lyra memang berbakat kalau terkejut. Dia tidak akan mengeluarkan suara apapun, meskipun ekspresinya mungkin agak lucu, mungkin efek dari jantungnya yang langsung berdebar kencang. Tiang tersebut kini goyah, segera akan jatuh. Refleks Lyra yang cukup baik untungnya berhasil menangkapnya. Namun, ada tangan lain yang juga menggenggam tiang kayu berwarna coklat itu.
“Hati-hati, Lyra. Terlalu bersemangat rupanya,” kata pemilik tangan itu dengan nada ramah. Lyra menoleh ke arahnya -- ke arah wajahnya -- dan mendapati kakak yang tadi mempersilahkannya mengisi database sedang tersenyum. Senyumannya membuat Lyra meleleh. Tapi keadaan ini tidak berlangsung lama dan slow-motion seperti di film-film karena orang di belakang segera mendorong Lyra menjauh dari tempatnya.
Setelah Bastian selesai mengisi database, Lyra menarik tangannya dan membawanya ke kantin, beserta badan, kaki, dan kepalanya tentu saja.
“Bas, lihat kakak yang tadi, nggak?”
“Hmm… Kakak yang mana?” kata Bastian balik bertanya kemudian kembali menyendok es goyobodnya.
“Itu, yang tadi nolongin aku ngangkat tiang. Senyumnya bikin hati menyublim, Bas,” jawab Lyra dengan wajah antusias. Daritadi sesendok es goyobod yang dipegangnya belum berhasil masuk ke dalam mulutnya.
“Oh, kak Wira…”
“Wah! Kok kamu tau namanya?”
“Orang dia pakai nametag,” jawab Bastian kalem. Lyra merasa bodoh. Dia mengingat kembali kejadian yang baru saja ia alami.
“Eh, iya. Kok dia bisa tau nama aku, ya? Hihi.”
“Kan di database keliatan siapa yang ngisi terakhir,” perkataan Bastian kembali membuat Lyra merasa benar-benar bodoh. Tapi pikirannya teralihkan kembali ke dua puluh menit yang lalu. Senyum simpul paling ramah yang pernah ia lihat, setidaknya begitu yang ia pikirkan.
“Woi! Kalau nggak mau, es goyobodnya buat aku aja,” ucap Bastian mengagetkan Lyra yang sedang asik bermain di alam pikirannya. Lyra tersenyum. Tangan kanan yang sedari tadi menggenggam sendok akhirnya digerakkan masuk ke mulutnya, tapi sudah tidak ada isinya karena sendoknya miring sedari tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H