Serasa seperti mimpi ketika membaca email perubahan jadwal kepulanganku dari Roma ke Jakarta, yang semula dijadwalkan hari Rabu pagi pukul 10.00 mendadak menjadi malam hari pada pukul 23.00.Â
Ternyata Tuhan mendengarkan doaku, karena sebenarnya saya mampir ke Roma untuk dapat berkunjung ke Vatican selain mengunjungi Museum Vatican juga mendapatkan berkat dari "Papal Blessing" Paus Franciscus yang diadakan setiap hari Rabu pagi sekitar pukul 10.00. Puji syukur kupanjatkan atas perubahan jadwal terbangku.
Segera saya merubah rencana perjalananku, saya langsung membeli online tiket masuk ke Museum Vatican seharga EUR 16 ditambah biaya EUR 4 memang lebih mahal dari yang langsung antri disana, tetapi membaca rekomendasi dari teman-teman yang sudah kesana dianjurkan membeli online untuk menghindari antrian yang lebih lama dan takut quota habis menjadi sia-sia.Â
Saya tetapkan hari Selasa untuk mengunjungi Museum Vatican setelah selesai segera menuju ke Swiss Army Guard (Penjaga Vatican) untuk meminta undangan tanda masuk "Papal Blessing" hari Rabu pagi.
Diharuskan menuliskan nama dan tanggal setiap hari saat menggunakan Roma Pass, karena kata petugasnya suatu waktu akan ada pemeriksaan, bisa kena sanksi jika diabaikan. Roma Pass bisa digunakan untuk metro, bis dan tram.
Hari Selasa ketika berkunjung ke Museum Vatican saya menggunakan metro dan ternyata sesampainya di Stasiun Ottaviano lumayan jauh menuju ke Museum Vatican dengan menapaki anak-anak tangga layaknya stasiun metro. Karena itu untuk hari Rabu saat "Papal Blessing" saya menggunakan bis kota no. 64 letak halte bis lebih dekat untuk ke Basilica St.Peter dan tanpa harus menapaki anak tangga karena di pinggir jalan raya lebih nyaman.Â
Antrian sudah terlihat memanjang. Hampir dua jam menunggu giliran untuk memasuki Basilika St.Peter, disini tak ada kata untuk mendapatkan perlakuan istimewa meskipun biarawati yang mempunyai kartu sakti, seperti yang saya saksikan ada salah satu dari biarawati yang menunjukkan kartu sakti kepada petugas sepertinya biarawati tersebut menginginkan masuk tanpa antri, kenyataannya ditolak dengan tegas harus masuk dalam antrian. Ini baru adil.
Betapa bahagia bisa melihat dan menatap langsung Paus Franciscus dari jarak dekat dan mendapatkan berkat serta senyuman yang hangat. Mimpi ini tak akan pernah menjadi nyata, jika bukan Tuhan yang berkehendak.Â