Mohon tunggu...
Yani Aprilia
Yani Aprilia Mohon Tunggu... Freelancer - PWK, Universitas Jember

Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perspektif Pengembangan Industri Gula di Indonesia

12 April 2021   17:46 Diperbarui: 12 April 2021   18:02 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pertanian industrial atau agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). 

Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya. Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen.

Agroindustri perlu dikembangkan di Indonesia mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam terutama pertanian. Untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pertanian perlu dikembangkan industri yang berbasis pertanian terutama industri hilir dari komoditas pertanian dan juga perbaikan kegiatan off-farm untuk peningkatan efisiensi yang berhubungan dengan faktor produksi. Industri Hasil Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

  • IPHP Tanaman Pangan : Bahan pangan kaya akan karbohidrat, palawija, dan tanaman holtikultura
  • IPHP Tanaman Perkebunan : Tebu, kopi, teh, karet, kelapa, kelapa sawit, tembakau, cengkeh, kakao, kayu manis, dan lain-lain
  • IPHP Tanaman Hasil Hutan : Produk kayu olahan dan non kayu seperti damar, rotan, tengkawang dan dan lainnya
  • IPHP Perikanan : Pengolahan dan penyimpanan ikan dan hasil laut segar, pengalengan dan pengolahan, serta hasil samping ikan dan laut
  • IPHP Peternakan : Pengolahan dagind segar, susu, kulit, dan hasil samping lainnya.

Produksi gula di Indonesia menjadi industri pengolahan hasil pertanian yang sangat besar. Produksi gula di dalam negeri makin tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi, sehingga impor gula sejak awal 1990 terus meningkat. Pada tahun 2001 impor gula meningkat menjadi 1,5 juta ton dari kebutuhan dalam negeri.

Kemampuan Pulau Jawa dalam penyediaan areal untuk pertanaman tebu saat ini telah  terbatas, sehingga penyediaan bahan baku PG hanya dimungkinkan melalui peningkatan produktivitas tebu. Dalam konteks ini, kebijakan peningkatan produktivitas dan rendemen tebu petani melalui program bongkar ratoon perlu ditingkatkan, dengan melibatkan petani terpilih sebagai penangkar bibit tebu.

Untuk menghilangkan pengaruh inefisiensi PG BUMN dalam penetapan rendemen tebu petani, perlu dikembangkan pola rendemen individual atau jaminan rendemen minimum dalam bentuk peraturan khusus. Penentuan besarnya jaminan rendemen minimum itu hendaknya dilakukan secara bersama antara PG dan kelompok tani, sehingga dapat meningkatkan relasi dan sinergi antara petani dan PG

Hampir semua industri gula di Indonesia menggunakan kebijakan proteksi sebagai tameng untuk menutupi ketidak-efisienannya. Untuk itu, penilaian (assessment) terhadap PG BUMN di Jawa sangat diperlukan, agar mampu menghasilkan gula dengan biaya pokok maksimum Rp. 2.100/kg. Kebijakan ini hendaknya tidak diarahkan untuk mendapatkan unified products dalam bentuk gula putih, tetapi dapat juga ditujukan untuk memproduksi raw sugar atau refined white sugar.

Dari semua PG yang ada di Indonesia saat ini, hanya 3 PG yang efisien secara teknis dan ekonomis, yaitu PG swasta murni yang terletak di Propinsi Lampung. 3 PG BUMN di Pulau Jawa masuk dalam kategori efisien secara teknis, tetapi tidak efisien secara ekonomis, sementara 43 PG BUMN dan 8 PG swasta murni lainnya tidak efisien secara teknis dan ekonomis. PG-PG yang masuk dalam kategori efisien secara teknis tetapi tidak efisien secara ekonomis, serta PG-PG yang tidak efisien secara teknis dan ekonomis ini memerlukan perhatian khusus, sehingga dalam 3 tahun (sampai 2007) mampu meningkatkan kinerjanya dan masuk dalam PG dengan kategori efisien secara teknis dan ekonomis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun