Mohon tunggu...
Just Me
Just Me Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sevilla - Akulturasi Eropa dan Afrika

22 November 2011   23:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:19 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendapat kesempatan untuk wisata, liburan, traveling dan jalan-jalan selama beberapa hari di daerah Andalusia – Spanyol Selatan, saya menyempatkan diri untuk mampir di Sevilla, kota indah perpaduan antara budaya Spanyol dengan budaya Moor yang berasal dari Afrika. Bangsa Moor sendiri pernah menguasai daerah ini di awal abad 12 dan banyak meninggalkan warisan budaya bercorak Arab di seluruh penjuru Andalusia.

Dibutuhkan waktu dua jam perjalanan dari Madrid dengan menggunakan kereta super cepat AVE, segera saya melihat situasi yang jauh berbeda antara Sevilla dan Madrid. Sevilla relatif kecil dalam ukuran luas dan jauh lebih sepi dibandingkan dengan Madrid yang selalu hingar-bingar. Dan seperti layaknya kota-kota utama di Eropa, pusat wisata terletak di bagian kota tua yang menjadi target utama kunjungan saya kali ini, yakni daerah Santa Cruz dan El Arenal. Kedua daerah ini dilalui Sungai Guadalquivir yang masih menyisakan bekas-bekas kegemilangan navigasi Spanyol di abad kolonial.

Begitu tiba di stasiun Santa Justa, saya segera bergerak ke daerah Santa Cruz, melewati jalan-jalan yang hampir di setiap sisinya ditanami pohon jeruk yang saat itu sedang berbuah ranum – sungguh memberikan nuansa berbeda. Buahnya yang kecil namun banyak, membuat saya selintas berpikir apakah dapat dimakan. Namun segera saya buang jauh-jauh pikiran itu karena tampaknya tak ada seorangpun yang mencomot dan memetiknya.

Daerah Santa Cruz sendiri dipenuhi oleh gang-gang kecil yang cantik, rumah-rumah yang umumnya telah diubah menjadi berbagai macam toko souvenir dan juga cafe maupun restoran, dipenuhi oleh seniman jalanan, serta taman-taman kecil dengan pot-pot penuh bunga warna-warni, menambahkan nuansa nan romantis.

Memasuki Katedral Sevilla yang konon merupakan gereja ketiga terbesar di dunia, Katedral ini terletak pada tempat yang dulunya merupakan mesjid besar yang dibangun oleh dinasti Almohads dari Afrika Utara, pada akhir abad 12. Dilengkapi dengan menara lonceng - La Giralda, yang dulunya merupakan minaret dan sepetak kebun - Patio de Los Naranjos, yang masih menyisakan tempat wudhu - merupakan peninggalan dari bangsa Moor yang menjadi atraksi utama di kota tua ini. Yang tak kalah menarik adalah menyaksikan keindahan aerial view kota Sevilla yang dapat dilihat dari menara lonceng ini, meski untuk itu saya harus berdesakan dengan rombongan turis mancanegara yang memiliki maksud serupa. Dibangun dengan gaya gothic, Katedral ini didirikan pada tahun 1401, di mana membutuhkan waktu 100 tahun untuk menyelesaikannya. Di tempat ini pula terdapat makam dari Christopher Colombus, penemu Benua Amerika yang tersohor itu, di mana peti matinya ditopang oleh empat patung berukuran raksasa.

Selepas dari Katedral, dengan hanya menyeberang jalan di depannya, saya tiba di Reales Alcarez, tempat kediaman raja bergaya Mudejar dengan tamannya yang lagi-lagi merupakan peninggalan bangsa Moor yang kental dengan nuansa Arab. Istana ini dibangun untuk kediaman Raja Spanyol – Pedro I, dengan mengerahkan puluhan seniman yang didatangkan khusus dari Granada & Toledo untuk mempercantik bagian interior ruangan. Setelah berhasil direbut kembali oleh bangsa Spanyol dari tangan bangsa Moor, banyak ruangan kemudian ditambahkan dengan menitikberatkan pada unsur Eropa dan dihiasi dengan keramik azulejos (keramik mosaik untuk dinding dengan tampilan yang geometris).

Tak jauh dari Reales Alcarez, terdapat Parque Maria Luisa. Taman kota yang memikat dengan beberapa bangunan monumental. Salah satunya merupakan trademark Sevilla yakni Plaza de Espana, yang didirikan untuk pameran Ibero-American tahun 1929. Tempat ini didesain seperti bentuk teatrikal kipas dan dilengkapi dengan beberapa kanal kecil dan gondola-gondola mini yang memutari bangunan. Bagian yang paling menarik adalah dekorasi di sepanjang dinding Plaza de Espana yang menggambarkan pemandangan regional kota-kota utama di Spanyol yang dicat di atas keramik.

Memasuki daerah El Arenal , saya bergegas ke arena utama adu banteng Sevilla yang disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di Spanyol dan harus dikunjungi jika kita berada di Sevilla, Plaza de Toros de la Maenstranza. Arena yang dapat menampung 14.000 penonton ini hanya digunakan pada musim adu banteng (April hingga Oktober). Sayang kedatangan saya bukanlah pada waktu pertunjukannya, tetapi sebagai obat penghibur terdapat tur lengkap dengan pemandunya yang menceritakan secara detil sejarah, seni adu banteng – toreo, hingga matador-matador legendaris dari Manolete hingga Joselito pernah bertandang ke arena ini. Banteng-banteng aduan ternyata dipelihara khusus di ranch, dan bukan banteng liar yang diambil dari hutan seperti yang saya pikir sebelumnya. Banteng-banteng tersebut dibiakkan agar kualitas agresivitasnya tinggi.  Meskipun banyak pihak menentang praktek-praktek adu banteng yang dianggap sebagai kekejaman terhadap binatang, toh sebagian besar penduduk Spanyol tetap menganggapnya sebagai bagian dari tradisi leluhurnya. Sebagai tambahan informasi, bagai layaknya arena gladiator, penonton dapat menyelamatkan nyawa dari banteng yang dikalahkan sang matador, dengan mengibarkan saputangan berwarna putih.

Makan malam di Sevilla merupakan suatu pengalaman unik, karena umumnya restoran di sana menyediakan makanan yang disebut `tapas'.  Tapas atau yang juga kerap disebut pinchos merupakan snack asli khas Andalusia, berupa makanan biasa namun disajikan dalam mangkok-mangkok berukuran kecil. Jenis makanannya beraneka ragam mulai dari daging dingin, keju, buah zaitun (olive), tortilla (Omelete a la Spanyol)  hingga penganan seafood yang dimasak pedas yang agak ‘masuk’ dengan lidah orang Asia.

Banyak restauran tapas yang menawarkan paket tapas plus minuman khas Andalucia – sangria, yang terasa manis dan sangat menyegarkan namun..... memabukkan! Sangria dibuat dari campuran anggur merah dengan buah lemon. Untuk mempercantik tampilannya, terkadang irisan buah lemon dimasukkan ke dalam pitcher sebelum disajikan. Meski tampaknya hanya seperti minuman ringan, kadar alkohol dari Sangria cukup tinggi, sehingga bisa memabukkan mereka yang meminumnya setelah beberapa gelas saja.

Bagi orang Indonesia yang merindukan nasi, Spanyol juga tempat yang cocok karena hampir semua restoran di sana menyediakan `paella' – hidangan serupa nasi kuning yang dimasak dengan olive oil dan bubuk saffron sebagai bumbu penyedapnya. Setelah masak, umumnya paella dicampur dengan berbagai seafood seperti tiram, mossel, kepiting dan udang goreng. Rasanya.... cukup nikmat, meski aroma khas seafood-nya agak menusuk hidung. Ingin mencoba?

Untuk mendapatkan panduan yang lebih detil dan lengkap mengenai wisata, liburan, traveling hemat ke Spanyol dalam bahasa Indonesia, silakan kunjungi situs TravelHemat.com/spanyol

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun