Jika Disneyland Paris adalah pusat hiburan yang disukai anak-anak, atau Galeries Lafayette yang disuka oleh para pencinta mode, maka daerah seputar Avenue de Clichy yang terletak di Butte Monmartre, adalah ‘pusat hiburan’ yang disuka lelaki dewasa. Seperti apa sih pesona tempat yang dahulu terkenal sebagai ajang rendez-vous kelas menengah kota Paris ini ? Ikuti perjalanan Agung Basuki (Pemilik TravelHemat.com dan TravelHematShop.com) khusus untuk Anda.
Menyebut kata ‘Paris’, hal pertama yang terlintas di benak kita adalah Menara Eiffel. Bangunan dari ‘kumpulan besi baja yang disusun ke atas’ ini memang tampak menjulang diantara bangunan-bangunan lainnya. Disamping itu, masih ada dua bangunan tinggi lainnya yang menghiasi langit kota Paris disamping menara hasil karya Gustave Eiffel ini yaitu Menara Montparnasse –sebuah gedung pertokoan dan perkantoran berlantai 60 yang terletak di daerah sisi kiri Sungai Seine yang membelah Paris menjadi dua bagian, dan yang satunya lagi adalah Basilique de Sacre Cœur, sebuah gereja yang terletak di ‘puncak’ Butte Monmartre, daerah tertinggi kota Paris. Sacre Cœur adalah sebuah gereja ‘kontroversial’ yang dibangun pada abad ke-19. Disebut kontroversial karena pada saat itu pembangunannya ditentang oleh banyak orang karena bentuk kubahnya yang tidak seperti bentuk kubah gereja di Prancis pada umumnya. Bentuk kubah gereja Sacre Cœur memang lebih menyerupai kubah masjid dan dibuat dari batu marmer putih. Namun seiring berlalunya waktu, keberadaan Sacre Cœur dapat diterima masyarakat, bahkan bisa dibilang gereja ini sekarang telah menjadi salah satu icon terpenting kota Paris disamping Eiffel dan Arc de Triomphe. Dari atas kubah gereja tersebut, kita bisa melihat aerial view kota Paris, dan jika cuaca sedang bagus, kita bahkan bisa melihat di kejauhan menara Eiffel dan juga menara Montparnasse. Tak jauh dari Sacre Cœur, terdapat sebuah perkampungan seniman (lukis) terkenal yang disebut dengan Place du Tertre. Para pelukis dan juga karikaturis dari berbagai negara kerap kumpul di tempat ini sambil menggelar dagangannya sekaligus menawarkan jasa kepada turis di sana untuk dilukis dengan biaya bervariasi antara 10 – 25 Euro (1 Euro = +/- Rp 12.000) untuk satu lukisan, tergantung pintar-pintarnya kita menawar. Bila kita berjalan menuruni anak tangga yang dibangun tepat di seberang gereja Sacre Cœur, atau bila kita memilih untuk menghemat waktu dan tenaga dengan menggunakan funiculaire dengan membayar ongkos 2 Euro sekali jalan, maka kita akan tiba di Place Saint Pierre yang dijejali oleh toko-toko penjual cendera mata murah meriah, money changer dan juga berbagai cafe serta restoran. Dari Place Saint Pierre, barisan toko penjual cendera mata, money changer, café dan restoran ini masih dapat kita jumpai dengan menyusuri sebuah jalan kecil rue de Steinkerque yang letaknya tepat berhadap-hadapan dengan gereja Sacre Cœur, menghubungkannya dengan sebuah jalan besar Boulevard de Rochechouart, tempat di mana ‘Surga Para Lelaki’ di Paris berada.
E-Book Panduan TravelHemat ke PARIS
Moulin Rouge: Show Time! Di samping Basilique de Sacre Cœur, salah satu alasan mengapa Butte Monmartre senantiasa dijejali rombongan turis mancanegara adalah bahwa di daerah ini terdapat sebuah gedung kabaret yang dikenal dengan simbol kincir angin berwarna merah: Moulin Rouge. Reputasi Moulin Rouge sebagai salah satu tempat pertunjukan kabaret paling populer sedunia sempat agak goyah lantaran keberadaannya di tengah-tengah lingkungan yang sarat dengan kesan ‘miring’ ini. Berada di 82, Boulevard de Clichy – Place Pigalle, jantung ‘red-light district’ kota Paris—di tengah-tengah kerumunan sex shop, con-artist dan praktek prostitusi serta drug dealer jalanan, membuat sebagian orang enggan bertandang ke sana setelah matahari terbenam, padahal sebagian besar pertunjukan kabaret di Moulin Rouge selalu diadakan saat malam menjelang hingga lewat tengah malam. Namun berkat film musikal box-office berjudul sama pada tahun 2001 yang dibintangi oleh Nicole Kidman dan Ewan McGregor, pamor Moulin Rouge kembali bersinar di tengah-tengah persaingan bisnis kabaret show di Paris. Memang, selain Moulin Rouge, Paris juga memiliki beberapa tempat pertunjukan kabaret terkenal lainnya. Lido de Paris misalnya yang terletak di 116 bis, Avenue des Champs-Elysees, memiliki reputasi sebagai venue kabaret papan atas yang elegan nan eksklusif, sementara ada juga Crazy Horse Saloon yang terletak tak jauh dari Lido de Paris, atau tepatnya di 12, Avenue George V dan Paradis Latin yang didesain dan didirikan oleh Gustave Eiffel, bertempat di 28 rue Cardinal Lemoine. Moulin Rouge yang didirikan oleh Toulouse-Lautrec memulai pertunjukan pertamanya pada 6 Oktober 1889, terkenal dengan tarian French cancan-nya yang berdurasi 8 menit di mana para penari mengenakan pakaian penuh rumbai dan renda berwarna merah-putih-biru, warna bendera Prancis. Tampil di panggung Moulin Rouge adalah impian dari sebagian besar penari profesional, seperti halnya tampil di panggung Broadway di New York bagi para pelaku seni drama. Karena itu tak heran jika saat ini, para penari Moulin Rouge setidaknya berasal dari 15 negara yang rata-rata memiliki postur minimal 175 cm bagi penari wanita dan 185 cm bagi pria. Pertunjukan kabaret di tempat seperti Moulin Rouge ini mampu menyedot perhatian banyak orang lantaran kepiawaian memadukan unsur eksotisme dan erotisme dengan cantik. Sebagian tarian sengaja menampilkan gadis-gadis berpakaian minim dengan bagian dada terbuka alias (maaf....) topless. Bahkan pada event-event besar tertentu, para penari tampil lebih berani lagi. Namun demikian, karena dikemas sedemikian rupa, kesan yang ditampilkan jauh dari vulgar dan ‘murah’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H