Generasi milenial di banyak negara menghadapi risiko terjebak dalam jebakan pendapatan menengah atau middle income trap (MIT). MIT terjadi ketika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun kemudian terhenti di tengah jalan sebelum negara tersebut mencapai taraf negara berpenghasilan tinggi. Generasi milenial jelas berpotensi mengalami kesulitan dalam mencapai kelas menengah yang stabil dan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi.
Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, harapan bonus demografi di Indonesia tidak bisa lagi di citrakan sebagai hal yang cerah dan menyenangkan. Justru ini menjadi genderang persaingan, karena suplai tenaga kerja dari berbagai tingkat pendidikan tidak selaras dengan permintaan jumlah tenaga kerja dari sektor industri.
Bahkan bisa kita lihat, dalam rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu ramai padahal formasi yang disediakan harus mensyaratkan pendidikan jenjang S1 atau S2. Tingkat persaingan sangat sengit seperti perebutan Tropi Liga Inggris (EPL), dimana 1 tropi liga diperebutkan oleh 3 tim bahkan lebih. Terlepas tidak akurat pemberitaan gaji ASN selama ini, publik telah berasumsi bahwa menjadi ASN adalah "titik aman" dalam karir, serta batu loncatan untuk lepas dari middle trap income.
Selanjutnya kita wajib memahami salah satu teori yang berkaitan dengan MIT adalah teori tentang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang dikemukakan oleh Robert Solow (1956). Teori Solow menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada tiga faktor yaitu modal, tenaga kerja, dan teknologi. Teori ini menyatakan bahwa dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas melalui pengembangan teknologi dan pendidikan yang lebih baik.
Jika kita amati dalam konteks generasi milenial, faktor yang mempengaruhi MIT lebih kompleks dan melibatkan beberapa faktor lainnya, seperti kemajuan teknologi dan globalisasi. Generasi milenial juga harus menghadapi masalah pendidikan yang tidak selalu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang semakin berubah. Bahkan banyak alumni program Diploma I, II, III, IV dalam praktiknya tetap kesulitan mendapat akses ke dunia kerja & memiliki penghasilan yang layak.
Sesuai dengan teori diatas, sebaiknya investasi pertama yang perlu di tumbuhkan adalah investasi dalam sektor pendidikan, dengan memperbaharui kurikulum & memperbayak kerjasama dengan pihak-pihak pelaku Industri. Perguruan tinggi selain menjadi tempat masyarakat menempuh pendidikan, sebisa mungkin menjadi jembatan langsung menuju sektor industri.
Dalam rangka mengatasi MIT dan membantu generasi milenial untuk mencapai stabilitas ekonomi selain investasi pada sektor pendidikan, Pemerintah melalui semua instrumennya harus menciptakan kondisi yang mendukung bagi pertumbuhan bisnis dan lapangan kerja baru, mempromosikan inovasi dan investasi dalam teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan kemajuan ekonomi. Sehingga perkembangan industri yang berjalan bisa menjadi rentetan industri berteknologi tinggi, termasuk dalam pertanian, perkebunan & perikanan yang mana dua hal tersebut sudah menjadi identitas industri kita.
Dengan demikian, kita harus sepakat bahwa MIT merupakan tantangan yang kompleks bagi generasi milenial, dan solusinya membutuhkan tindakan yang komprehensif dan berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H