[caption caption="Guruh berhasil meraih medali emas karena usahanya menyelenggarakan festival batik alam di Klaten tahun 2015"][/caption]
Guruh kecil mungkin tak pernah menyadari arti namanya. Setelah petir melesat membelah kelabu awan, suara yang biasa disebut guruh atau geledek menyusul menggelegar mengoyak gelombang suara bumi. 2 Juli 1993, Guruh Tri Utomo lahir. Ia tak pernah menyangka nama yang diberikan ayahnya punya makna mendalam. Menjalani kehidupan seperti anak-anak seusianya di kampung Karangdowo, Kabupaten Klaten, Guruh sangat dekat dengan suasana desa dan segala pola kearifannya.
Ketertarikannya dengan budaya dan bahasa Jawa mengakar hingga menjadi passion dalam dirinya. Tak pelak ketika ia bersaing untuk mendapat tempat di bangku kuliah, ia mengambil bahasa dan sastra jawa. Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa ini memiliki misi nguri-nguri budaya Jawa. Passion budaya jawa sangat kental dalam diri Guruh hingga bentuk gagasan-gagasannya pun berdasar dan bertujuan untuk nguri-nguri budaya jawa. Ruang baginya untuk merealisasikan gagasannya nguri-nguri budaya bermula Guruh masih duduk di semester satu.
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), ia bersama teman-teman sejawatnya di Bahasa Jawa menggagas modifikasi tarian kuda lumping dalam bentuk teaterikal. Dukuh Lor, Baran, Ambarawa dipilih menjadi tempat pengabdian karena kesenian kuda lumping di daerah tersebut hampir mati. Lewat program tersebut, Guruh mengembalikan nafas kesenian kuda lumping yang sebelumnya sempat tersengal-sengal. Konsep alur cerita yang dibuat mengesampingkan mistisme kesenian kuda lumping yang terkenal sakral dengan adegan kesurupan di dalamnya sehingga bisa dimainkan oleh semua kalangan. Programnya tersebut menjadi jembatan bagi dinas pariwisata Kabupaten Semarang dan kesenian kuda lumping di Dukuh Lor untuk bertemu.
Organisasi pengelola kesenian kuda lumping pun turut didirikan dengan nama Seni Langen Budaya sebagai wujud kemandirian masyarakat untuk nguri-nguri budaya setelah program tersebut selesai dilaksanakan. Di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas), program ini diganjar medali emas. Kesuksesan di Pimnas 2012 tidak membuatnya cepat puas. Misi nguri-nguri budaya Jawa masih menjadi pilihan utama digagasannya yang kedua. Mengambil judul komik carakan jawa, Guruh dan rekan-rekannya kembali mengabdi ke masyarakat. Adalah SD Negeri 1 Sekaran, Gunungpati yang menjadi sasaran mengembangkan dan menghidupkan kembali budaya Jawa. Siswa-siswa sekolah dasar diajak untuk lebih dekat dengan aksara jawa melalui media komik.
Program pengabdian ini pun kembali lolos Pimnas 2013 dan berhasil meraih emas. Semangatnya untuk terus berjuang mengembangkan budaya di masyarakat terus digerakkan. Dua emas Pimnas sebelumnya tidak membuatnya berpuas diri. Ia kembali mengambil tema budaya. Kali ini batik alam di desa bayat, kabupaten klaten. Tempat masa kecilnya yang ternyata penuh dengan potensi budaya dan seni. “Saat itu, setiap satu minggu selama satu semester saya dan kawan-kawan bolak-balik Klaten Semarang untuk mempersiapkan festival tersebut,” ungkapnya.
Reog, jathilan, gamelan dan seni batik alam khas Klaten dirangkum dalam sebuah festival budaya selama dua hari. Totalitas kerja Guruh pada misi nguri-nguri budaya sangat tinggi. Tidak hanya program pengabdian masyarakat saja, Guruh juga peraih juara 2 tingkat Nasional debat Bahasa Jawa. “Saya berasal dari bahasa dan sastra Jawa, itu sudah menjadi passion saya untuk mengembangkan budaya di masyarakat agar tidak punah,” ungkapnya. Irkham
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H