Kedua, memantau karyawan. Mereka juga memantau pekerjaan karyawan dengan cermat, termasuk memeriksa hasil kerja dan mengamati langsung kinerja mereka.
Ketiga, menjadi teladan. Manajer sering menunjukkan pola kerja yang mereka harapkan untuk ditiru oleh bawahan mereka, seperti bekerja larut malam atau datang lebih awal ke kantor.
Flexible working
Pengaturan kerja yang fleksibel biasanya menggambarkan berbagai inisiatif seperti waktu kerja fleksibel, jam kerja yang dikurangi, minggu kerja yang dipadatkan, pembagian kerja, dan kerja paruh waktu.  Jadwal kerja yang fleksibel juga dikaitkan dengan komitmen organisasi yang lebih tinggi  dan tingkat keluar-masuk karyawan yang lebih rendah (Batt dan Valcour, 2003). Â
Dalam hal ini, jam kerja fleksibel tampaknya memberi sinyal kepada karyawan bahwa organisasi mereka peka terhadap masalah keseimbangan kehidupan kerja dan siap untuk menanggapi kebutuhan karyawan.
Selain itu, pekerja fleksibel mungkin mengalami tekanan untuk bekerja lebih intensif (Kelliher dan Anderson,2010), meskipun belum pasti apakah karyawan yang terlibat dalam pengurangan jam kerja atau kerja jarak jauh cenderung mengalami intensifikasi kerja yang lebih besar dibandingkan pekerja tidak fleksibel.
Working inequity or inclusivity?
Untuk mengurangi potensi ketidakadilan, manajer sumber daya manusia mungkin perlu mengambil peran aktif dalam membentuk kembali praktik sumber daya manusia organisasi (Nord et al. 2002: 236).Â
Pertama, menerapkan prosedur formal untuk alokasi tugas agar semua karyawan diperlakukan adil dan mencegah beban berlebih pada karyawan tanpa anak.
Kedua, mengadaptasi pengaturan kerja fleksibel seperti waktu kerja fleksibel dan telecommuting, serta mengubah sistem pelatihan, evaluasi, dan kompensasi untuk menghargai kontribusi karyawan jarak jauh.
Ketiga, merestrukturisasi sistem karier dan promosi untuk mendukung kebijakan keseimbangan kehidupan kerja, memungkinkan cuti untuk pengembangan diri atau pengasuhan keluarga, dan mengurangi tugas yang membutuhkan banyak perjalanan dan kontak klien.
KesimpulanÂ
Generasi Z menghadapi tantangan unik dalam menjaga keseimbangan kehidupan kerja di era digital. Dengan tekanan waktu dan beban kerja yang meningkat, serta budaya 'face time' yang masih dominan, mereka harus beradaptasi dan mencari solusi inovatif untuk menjaga kesejahteraan mereka. Pengaturan kerja yang fleksibel dan kebijakan yang inklusif dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan seimbang.
Praktisi sumber daya manusia memiliki peran penting dalam pelaksanaan kebijakan kehidupan kerja yang efektif, terutama dalam memastikan bahwa sistem pelatihan, penilaian, promosi dan penghargaan sesuai dengan tujuan kebijakan, dan bahwa pengguna dan non-pengguna mendapatkan perlakuan yang adil di tempat kerja.