Mohon tunggu...
Grassius Iskarjanto
Grassius Iskarjanto Mohon Tunggu... Spiritualis, Penulis Buku-Buku Rohani -

dari seorang lulusan Seminari Menengah Garum Blitar lalu menjadi karyawan Bank Dhaha Ekonomi Kediri, TU SKKPN Madiun, Guru SMPK Gamaliel Madiun, Guru SMA K St Bonaventura Magetan, Guru SMPN 1 Magetan, Guru SPGN Ngawi, Guru SMA K St Thomas Ngawi, Guru Agama Katolik SMAN 3 Madiun, Ketua DPC Partai Kebangsaan Merdeka Madiun, lalu menjadi Spiritualist dan penulis spiritual sampai sekarang ini ...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rengganis 25

3 Oktober 2015   06:17 Diperbarui: 3 Oktober 2015   07:25 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Supaya engkau mengetahui sungguh-sungguh ragamu, dan kemudian dirimu sendiri ....,” jawab orang tua itu setelah menghisap rokok siongnya dalam-dalam, dan asap rokoknya nampak mengepul dari mulutnya dan dari hidungnya pada waktu dia mengucapkan kata-katanya, “engkau merasakan kaki-kakimu yang melepuh karena berjalan ....  engkau merasakan tubuhmu yang capek terasa sakit semua karena tidur di tempat-tempat yang keras ....  engkau merasakan tenggorokan dan bibirmu yang kerisng karena haus ....  engkau merasakan perutmu yang lapar karena belum diberi makan oleh orang ...  engkau merasakan matamu yang mengantuk karena berjam-jam lamanya tidak dapat tidur .... engkau merasakan kepalamu yang pusing karena lapar dan capek dan mengantuk .... engkau merasakan telingamu yang kadang mendengar kadang tidak karena kelelahan ..... engkau merasakan seluruh tubuhmu yang kotor ...... Apakah engkau sekarang sudah mengerti secara mendalam mengenai Ragamu itu .....,” tanya orang tua itu kepada Rengganis dengan tidak henti-hentinya dia menghisap dan menghembuskan asap rokok siongnya.

Rengganis hanya menggelengkan kepalanya perlahan sambil terus menatap orang tua itu dengan semakin dalam.

“Apakah sebelum melakukan itu dia tidak menyadari dan tidak mengetahui mengenai Raganya itu, Embah Kakung .... ?,” tanya Ibu Pemilik Warung di Pos 1 itu.

“hehehe .... bagaimana kamu sendiri, Yu ...?,” tanya orang tua itu kepada Ibu Pemilik Warung di Pos 1 itu sambil tertawa kecil.

“Sayaaaa ? .......,” tanya Ibu Pemilik Warung di Pos 1 itu sambil tertawa tersipu, “ hehehehe ..... ya enggak ....  hehehehehe ..... yang saya sadari ya saya bangun tidur lalu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rutin, lalu naik ke sini, melayani para pembeli ....  lalu turun lagi ke rumah .....  hehehehehehehe .....,” jawab Ibu Pemilik Warung di Pos 1 itu sambil tertawa malu.

“Naaaah .....  semua orang hidup ya demikian itu pada umumnya ....,” jawab orang tua itu sambil menikmati rokok siongnya. Aroma rokok siong yang dicampuri klembak menyan menyebarkan aroma yang khas.

Rengganis mendengarkan pembicaraan Ibu Pemilik Warung di Pos 1 itu dengan Embah Kakung. Terasa sakitnya telapak kakinya yang melentung-melentung dan kaki kirinya yang tidak dapat ditekuk. Rengganis mulai menyadari kehadiran kedua belah kakinya yang sebelumnya tidak pernah disadarinya. Rengganis mulai dapat menyadari kehadiran Raganya yang memerlukan perhatian untuk menjaga kesehatannya dan kebersihannya yang sebelumnya yang ada hanyalah kesadaran AKU-nya atau EGO-nya saja. Rengganis mulai menyadari betapa berharganya sebutir dua butir nasi dan lauk pauknya bagi seseorang yang tidak mempunyai apa-apa untuk membeli makanan. Begitu ketika dia masih berjualan di depotnya berapa banyak ada nasi, ada daging ayam, ada telur, ada lauk-pauk tempe tahu, ada rawon daging sapi, ada soto daging sapi yang dibuangnya karena busuk sudah tidak ada yang makan lagi. Rengganis mulai berpikir ada berapa ratusan juta rupiah yang dia pergunakan untuk perawatan kecantikannya, ada suntik supaya kulitnya menjadi putih bersih, ada perawatan kecantikan di salon, ada jamu-jamu, ada obat-obat, ada bermacam-macam alat-alat kecantikan, cream siang, cream malam, bedak. Semuanya itu saat sekarang ini dirasakannya sebagaio sesuatu yang sangat berlebih-lebihan ketika di dalam perjalanan Lelana Bratanya dia berpapasan dengan banyak sekali sesama gelandangan, dengan banyak sekali sesama peminta-minta, dengan banyak sekali sesama tuna wisma, banyak sekali yang masih bayi, banyak sekali yang masih berusia balita, yang telah menjalani jalan kehidupan seperti yang sedang dijalaninya saat sekarang ini.

Ada sepercik cahaya berpendar sekejap saja di dalam hatinya. Sepercik cahaya dari YANG HAKIKI.

Beberapa saat lamanya Rengganis terdiam.

“Mobil-mobilmu ke mana saja ... mBak ... ?,” tanya orang tua itu kepada Rengganis.

Terkesiap sejenak Rengganis mendengar pertanyaan yang tidak disangka-sangkanya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun