Didalam Pengungkapan kejahatan perkara pidana kini dikenal dengan istilah Justice Collaborator (JC), Justice Collaborator adalah status yang diberikan kepada seorang tersangka atau terdakwa bahkan terpidana yang dianggap memiliki kemauan untuk bekerja sama dengan apparat penegak hukum, bahkan dianggap memiliki itikad baik untuk memulihkan kerugian negara.
Istilah JC ini dapat ditemukan pada SEMA 4/2011, yang penyusunannya terinspirasi dari Pasal 37 Konvensi PBB Anti Korupsi.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai menyebutkan berbeda dengan Saksi Mahkota yang penerapannya dinilai melanggar hak asasi manusia, JC justru diberikan dalam rangka menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana sebagaimana dianjurkan dalam sejumlah konvensi internasional yang dibuat oleh PBB.
Untuk menjadi JC, seorang tersangka atau terdakwa harus memiliki keinginan untuk bekerja sama dengan apparat penegak hukum, bukan karena dipaksa oleh pihak lain.
Bila memilih untuk menjadi JC dan dianggap memenuhi syarat, maka hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa tidak akan dirugikan dan justru akan memperoleh protection, treatment, dan reward serta memperoleh hak yang tidak didapat oleh pelaku lainnya yang tidak berstatus sebagai JC.
Dengan demikian apparat penegak hukum mendapat keuntungan dengan kerja sama tersebut, yaitu, dapat dibongkarnya kejahatan serius.
Sumber: Instagram Informasihukum.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H