"Dibilang begitu?"
"Sudah lah, semuanya sudah berlalu. Dan lagi buat apa kau tiba-tiba muncul di sini?"
"Kau yang memanggilku. Aku datang karena kau mau, bukan kehendakku."
Keduanya berbicara seolah tokoh kita, si pemuda itu tak mendengar. Diam-diam tokoh kita berhasil membuat film di mana kedua perempuan itu adalah tokoh utamanya. Yang satu adalah perempuan yang dulu dekat dengannya, yang satu lagi adalah ibunya.
Kini tiba pada bagian akhir. Tokoh kita kehilangan akal, bagaimana selanjutnya pembicaraan kedua perempuan ciptaan imajinasinya. Air dari langit telah surut, matahari sebentar muncul lalu menghilang di langit kelam. Malam merayap dipenuhi sejuk dari embusan angin. Tokoh kita beranjak dari teras lalu kembali ke kamarnya, menutup buku yang hendak ia tulis: tentang dua perempuan dan satu lelaki yang kehilangan tempat, di mana sepenuh hidupnya akan ditambatkan.
Gadis yang ia bayangkan sudah lama pergi dari sisinya, dan ibunya wafat sebelum tokoh kita beranjak dewasa. Kegelapan hari nampaknya tidak mengizinkan aneka lamunan hadir. Yang ditampakkan hanyalah kenyataan.
"Lelaki itu kehilangan kita."
"Aku lah yang paling menyimpan rasa sedih, sebab aku ibunya."
"Tapi aku adalah masa depannya, tentu seharusnya lebih penting."
"O... ia lahir dari rahimku, kau hanya tamu yang berkunjung sesaat dalam hidupnya."
"Sebaiknya kita tidak perlu berdebat, toh kita hanya ilusi."