Kesehatan makanan bagi konsumen adalah hal yang perlu diperhatikan sebagai bagian dari hak perlindungan konsumen atau pembeli. Masyarakat sebagai konsumen kerap kali banyak menjadi korban yang dirugikan atas perilaku penjual kuliner makanan yang kerap kali berlaku curang dalam mencampur bahan makanan yang tidak sehat dan abai dalam memperhatikan kebersihan produk makanan.Â
Proses pengolahan makanan di belakang layar yang kerap kali tidak diketahui konsumen menjadi celah bagi para pedagang kuliner untuk menggunakan bahan-bahan yang dilarang seperti boraks, formalin, pewarna berbahaya, proses pengolahan yang kurang sesuai dengan prosedur jesehatan atau bahan yang sudah tidak segar dan tidak layak dikonsumsi sebagai salah satu cara penjual untuk mengakali dan meraup keuntungan sebanyak banyaknya dari olahan makanan yang diproduksi dan dijualnya kepada konsumen masyarakat.
Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia praktik seperti demikian ini banyak dijumpai di jajanan kaki lima dan street food. Sebelumnya World Health Organization (WHO) melalui International Food Safety menyebutkan, sejumlah potensi risiko dari jajanan kaki lima, yaitu:
- Kadar racun kimia yang tinggi, residu pestisida, logam berat, dan zat aditif makanan terlarang, seperti pewarna yang berbahaya.
- Bakteri patogenik, seperti salmonella, staphylococcus aureas, clostridium perfringens, dan vibrio cholera.
- Kontaminasi debu dan polusi.
Menurut data yang dihimpun dari BPOM sepanjang tahun 2021 hingga 2022 ini tercatat lebih dari 200 kasus keracunan makanan. Penyebab dari keracunan ini pun bermacam macam mulai dari makanan yang tidak higienis, makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh virus dan parasit, makanan yang telah melewati tenggat waktu kadaluarsa dan lain lain. Â Selain itu, keracunan akibat makanan jika tidak segera di tangani akan menyebabkan sakit perut, diare, mual, muntah, pusing, kelainan fungsi dan organ tubuh hingga mengakibatkan kematian. Bahkan dalam beberapa kasus dampak dari mengonsumsi makanan jajanan tidak sehat terus menerus ini tidak memunculkan dampak secara langsung, namun dampak baru dapat dirasakan setelah beberapa waktu yang lama dalam hitungan tahun. Beberapa kasus dampak jangka panjang dari mengonsumsi makanan tidak sehat antara lain dapat memicu penyakit stroke, kolesterol, hipertensi serangan jantung hingga kanker. Beberapa penyakit tersebut dapat muncul akibat dari zat terlarang dan bahan berbahaya yang terkandung di dalam makanan.
Atas dasar hal tersebut peran pemerintah agar pemerintah melalui dinas kesehatan dan aparatur pemerintah di daerah dapat mengawasi praktik usaha kuliner atau industry makanan yang dijual kepada konsumen masyarakat.
Sebagai landasan, sebelumnya Pemerintah melalui peraturan menteri kesehatan RI nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga dan Peraturan menteri kesehatan RI Nomor 14 Tahun 2021 tentang standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kesehatan. Pemerintah telah menerapkan sistem dan standarisasi olahan makanan atau kuliner kepada para pelaku usaha makanan dengan mengeluarkan (SLHS) Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi. Dengan adanya sertifikasi izin usaha tersebut diharapkan para pelaku usaha rumah makan, warung, jasaboga, katering dapat mengutamakan kesehatan sesuai prosedur yang diberikan oleh peemerintah sebagai upaya untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen.
Disisi lain respon konsumen kepada pelaku usaha yang telah bersertifikat juga sangat positif, karena adanya sertifikasi juga akan memberikan dampak rasa aman dan nyaman kepada para pembeli dan konsumen yang ingin membeli makanan di kedai makanan yang telah bersertifikat. Untuk mendapatkan izin masyarakat sebagai pelaku atau pemilik usaha kuliner dapat melakukan pengurusan ke dinas kesehatan terdekat tanpa dipungut biaya. Beberapa hal yang dibutuhkan dalam pengajuan Surat Izin Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi antara lain:
- Salinan KTP yang masih berlaku;
- Surat Izin sebagai penanggung jawab;
- Salinan Akta Notaris;
- Rekomendasi dari Dinas Kesehatan;
- Salinan NPWP;
- Salinan Sertifikat Halal;
- Salinan Sertifikat Ketahanan Pangan atau Kusus Hygiene Sanitasi;
- Salinan Pemeriksaan Laboratorium yang sudah terakreditasi;
- Surat pernyataan sanggup mentaati peraturan yang berlaku;
- Denah Lokasi;
- Lampiran Izin Asli bagi yang perpanjangan.
- Salinan IMB/PBG;
- Salinan NIB.
Tanggapan Masyarakat
Menurut pendapat sebagian masyarakat sebagai pelaku usaha, kendala sebagian besar dalam pengurusan SLHS adalah banyaknya dokumen dan persyaratan yang harus dipersiapkan serta menghabiskan cukup banyak waktu. Diperlukan peran pemerintah di daerah agar dapat membantu pelayanan agar dalam pengurusan menjadi lebih mudah dan praktis sehingga para pelaku usaha kuliner dapat dengan mudah mengurus izin sertifikasi SLHS.Â
Disamping itu peran pemerintah untuk selalu mensosialisasikan kesadaran dalam menjaga kesehatan makanan dan kebersihan sanitasi serta pengawasan kepada seluruh pelaku usaha kuliner di daerah juga sangat penting dilakukan untuk menindak pelaku usaha yang tidak taat dengan peraturan. Selain itu peran masyarakat sebagai konsumen tentu juga sangat diperlukan untuk memberi feedback laporan jika ditemui kasus pelaku usaha kuliner yang tidak mentaati peraturan kesehatan.
Reformasi Kesehatan