Telaga sarangan terletak di kaki Gunung Lawu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Telaga Sarangan ukuranya kurang lebih sekitar 30 m. Tentunya telaga sarangan juga memiliki sejarah yang menarik.
Pada jaman dahulu kala, tinggallah sepasang suami istri yang bernama nyai pasir dan kyai pasir di belantara hutan lawu. Nyai pasir dan kyai pasir hidup dalam kesederhanaan, mereka membuat rumah dari hutan kayu yang beratapkan daun-daunan. Tetapi keluarga ini merasa aman dari segala bahaya yang mengganggu, walauupun hanya tinggal di pondok yang sangat sederhana. Mereka berdua sudah lama tinggal dihutan sebab itu nyai pasir dan kyai pasir pasti sudah tau situasi disekitar hutan lawu.
Pada suatu hari kyai pasir pergi kehutan dengan tujuan menanam tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua. Sesampainya dihutan kyai pasir langsung menebang sebagian pohon untuk dijadikan ladang. Setelah menebang beberapa pohon, kyai pasir pun ingin melanjutkan memotong pohon selanjutnya. Namun dibawah pohon yang akan dipotong, kyai pasir menemukan sebutir telur. Ia sangat terkejut padahal disekitar pohon itu tidak nampak binatang unggas. Diamati-amatinya telur itu ( dengan perasaan paenasaran). Tanpa pikir panjang telur itu dibawa pulang oleh kyai pasir. Sesampainya dirumah, kyai pasir menceritakan kejadian dia menemukan telur itu kepada nyai pasir. Tak berselang lama, nyai pasir pun membawa telur itu kedapur dengan maksud ingin merebusnya. Setelah matang dibelahnya telur itu menjadi 2, yang setengah dimakan oleh kyai pasir dan yang setengah dimakan oleh nyai pasir. Setelah itu kyai pasir berniat kembali kehutan dengan tujuan meneruskan pekerjaanya tadi. Namun sesampainya diladang kyai pasir merasakan hal yang aneh, badanya tiba-tiba menjadi panas, kaku dan sakit sekali. Lalu
Kyai pasir lari kesana kemari, akhirnya kyai pasir rebah ketanah dan berubah menjadi naga. Kejadian yang sama juga dialami oleh nyai pasir. Nyai pasir merasa badanya panas, kaku, dan terasa sakit sekali, nyai pasir pun bermaksud pergi ke ladang untuk meminta bantuan kyai pasir. Sesampainya diladang nyai pasir kaget sekali, karena melihat naga yang sangat besar. Karena nyai pasir tidak kuat menahan sakit yang meyerang tubuhnya, akhirnya nyai pasir rebah di tanah dan menjadi naga.Kedua naga itu berguling-guling kesana kemari dan akhirnya membentuk cekungan, yang akhirnya menjadi telaga sarangan atau telaga pasir. Â
Nilai moral :
Pada cerita ini dikisahkan bahwa nyai pasir dan kyai paasir adalah sepasang kekasih suami istri yag hidup di hutan lawu. pada cerita ini nyai pasir dan kyai pasir membuat rumah dari pohon-pohon hutan lawu dan atap rumahnya tebuat dari daun-daunan. walupun nyai pasir dan kyai pasir hidup dalam kesederhanaan, tetapi mereka selalu hidup dalam kebahagiaan. pesan moralnya adalah : kita harus selalu bersyukur walaupun bagaimanapun keadaan kita.
Nilai Budaya :Â
Pada cerita ini diceritakan bahwa kyai pasir pergi keladang untuk menanam tumbuhan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kyai pasir dan nyai pasir. Nilai budayanya adalah kita harus bekerja keras agar kita bisa memenuhi kebutuhan hidup kita.
Â
Penulis :
Grandhys Prakoso