Hari kedua (perjalanan di hari pertama terangkum di artikel berjudul Menyicip Rasa Media Raksasa Singapura), kami melanjutkan kunjungan ke SPH Digital, yaitu grup digital dari Singapore Press Holdings (SPH). SPH Digital memiliki beberapa unit usaha: AsiaOne, Stomp, SPH Razor, dan Brand Insider. Sama dengan hari sebelumnya, kali ini kami juga disambut hangat oleh manajemen SPH, yang berbeda dari hari kemarin hanyalah suasana ketika kami masuk ke kantor redaksinya. Apabila kemarin kantor The Straits Times terasa formil, maka Di SPH Digital kantornya terkesan lebih santai dan non-formil. Ruangannya didesain kreatif, atmosfer lingkungan kerjanya menyenangkan. Dan juga dengan orang-orangnya, mereka hanya menggunakan setelan kaus dan jeans.
First lesson, yaitu Whatsapp. Mereka menggunakan Whatsapp untuk mendapatkan berita dari masyarakat. Jadi, selain digunakan untuk mem-posting berita terbaru yang sedang tayang di Stomp, Whatsapp juga mereka manfaatkan juga sebagai media agar masyarakat dapat memberikan informasi terkini. Intinya, masyarakat tidak melulu harus menggunakan email atau akun Stomp untuk berkontribusi membuat berita, melainkan cukup dengan foto atau video dengan sedikit uraiannya, lalu mereka kirimkan ke Stomp melalui Whatsapp. Dengan demikian, satu berita baru telah masuk ke redaktur Stomp.
Second lesson adalah bukti betapa mature-nya SPH Digital. Segala hal yang mereka akan lakukan berdasar pada data. Begitu juga dengan apa yang telah mereka lakukan, semua terukur. Ketika kami berjalan-jalan di kantor redaksi SPH Digital, pada beberapa sudut terpampang televisi besar yang selalu menayangkan update berisi tampilan angka yang merupakan data. Saya katakan, inilah kedewasaan itu. Tidak hanya berapa besar coverage yang mereka lakukan, tetapi juga terlihat data yang menunjukkan seperti apa selera pasar dan seefektif apa berita yang mereka hasilkan. Simpel saja, mereka 'hanya' menggunakan AT Internet untuk melakukan pengukuran. Walaupun berbayar, namun pesan mereka bisa tepat sasaran sehingga mereka bisa meraih keinginan pasar. It’s so fair.
Semoga ilmu yang saya bawa dari Singapura bisa diterima oleh perusahaan dan dapat memberikan kontribusi positif tentunya. Seperti halnya Bibit Waluyo yang akhirnya bisa diterima oleh masyarakat Jawa Tengah untuk menjadi Gubernur karena Ia membawa pengalamannya di kota untuk membangun desanya. (END)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H