[caption caption="pulau panjang, jepara, jawa tengah"][/caption]Memakai topi rimba ala aktivis lingkungan, bertubuh sekal dan berkulit hitam terbakar, lelaki berrambut panjang ini terlihat serius merapikan kembali tanaman cemara laut yang agak goyah terkena angin. Kaki telanjangnya terperosok ke dalam pasir putih yang sedikit basah. Terlihat peluh di dahinya, ia mengikatkan seutas tali sembari menjelaskan program konservasi yang ia garap bersama timnya.
[caption caption="Mastain dan tim"]
Pemilihan Pulau Panjang sebagai objek konservasi PLN dikarenakan di tempat itu punya keanekaragaman paling lengkap dan bagus di sepanjang Pantai Utara Jawa (Pantura). Namun tingginya pertumbuhan wisata lah yang akhirnya sebabkan kerusakan lingkungan. “Dulu sini banyak terumbu karang jadi banyak ikan, ya karena kapal cepat itu pada rusak semua” ujar Mastain.
Sejak program konservasi ini bergulir setahun yang lalu, perkembangan hasilnya terlihat luar biasa. Karang yang diimplan dalam terumbu buatan sudah bercabang lebat. Ikan sirip kuning yang biasa jadi parameter kerusakan ekosistem laut sudah “pulang” kembali. Rumput laut bertumbuh subur, dan tinggi cemara laut pun sudah lebih dari dua meter yang tadinya hanya setengah meter.
[caption caption="karang implan dan ikan sirip kuning"]
[caption caption="Jalak di Pulau Panjang"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H